Juru foto Woodbury & Page pada 1880 mengabadikan saat-saat dimulainya pembangunan pelabuhan Tanjung Priok. Foto koleksi Museum of Ethnology Rotterdam ini, terlihat alat-alat berat masa itu, dan ditempat yang kini jadi pelabuhan masih tampak rumah-rumah terbuat dari bambu. Pembangunan berlangsung selama enam tahun (1877-1885) setelah terlebih dulu dilakukan survei mencari lokasi yang tepat. Namun peresmiannya baru dilakukan Mei 1886, tujuh setengah tahun setelah Terusan Suez dibuka (November 1869).
Pelabuhan Tanjung Priok dibangun karena sejak pertengahan 1630-an lumpur yang mengendap di muara Ciliwung merupakan problem bagi kapal-kapal untuk berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Lumpur makin menumpuk ketika terjadi gempa bumi 1699. Saat Terusan Suez dibuka dan hubungan laut makin ramai, Sunda Kelapa sudah tidak lagi dapat menampung kapal-kapal uap yang bobotnya jauh lebih besar untuk sandar. Maka dipilihlah Tanjung Priok yang lokasinya 9 km dari Sunda Kelapa. Ketika hendak dibangun, banyak para pengusaha dengan keras menentangnya. Mereka khawatir perusahaan yang banyak terdapat di sekitar Kali Besar bila gulung tikar bila pelabuhan baru dikembangkan. Tapi kekhawatiran ini tidak perlu setelah merebak isu Tanjung Priok sarang malaria dan kawasan tidak sehat.
Untuk memperlancar arus barang dari perusahaan-perusahaan yang berkantor di Kali Besar dengan komplek pelabuhan maka dibuatlah terusan (Ancol) yang dapat dilayani kapal kecil dan perahu pengangkut komoditas ekspor-impor dengan jalan kereta listrik dua jalur. Akibat hubungan arus barang yang lancar hingga mereka tidak perlu memindahkan kantornya ke Priok. Rupanya ketika itu pungli belum separah sekarang ini hingga segalanya berjalan lancar. Sejak Indonesia merdeka, di Priok dan pelabuhan lainnya dikenal istilah 'biaya siluman'. Tidak heran beberapa waktu lalu ribuan sopir demo karena sudah tidak tahan lagi merajalelanya pungli. Sementara para penyelundup bermaim 'mata' dengan berbagai aparat tanpa mengenal malu menilep uang rakyat.
Saat diresmikan, semula Priok dianggap dapat menampung semua kapal dari berbagai negera, terutama dari Eropa yang makin marak berdatangan ke Hindia Belanda. Ternyata tidak cukup besar hingga perlu dilakukan pelebaran. Pelebaran dan perluasan pertama dilakukan selama tujuh tahun (1910-1917). Seperti raksasa tak pernah kenyang pelebaran terus dilakukan di Priok. Jadilah ia sebagai pelabuhan terbesar di negeri ini.
Dan, Priok pun makin makin banyak didatangi mereka yang ingin mengadu nasib. Dengan meningkatnya pelayaran maka dibangunlah KPM (Koninklijke Paketvaard Maatchappij) yang sejak 1891 merupakan perusahaan pelayaran terbesar di Hindia Belanda. Dengan ratusan armada modernnya, KPM dapat menjangkau seluruh pelabuhan di Indonesia. Yang kini menjadi tersendat-sendat setelah diambil alih dan dinasionalisasi Pelni pada 1957.
Pada 6 April 1925 dibuka stasiun baru dari Meester Cornelis (Jatinegara)-Tanjung Priok. Merupakan stasiun KA utama yang monumental dengan 8 jalur. Bangunannya bertumpu pada ratusan tiang pancang, memiliki atap penutup dari beton, mirip stasiun KA Amsterdam. Pada masa itu (dan mungkin sekarang ini), saat pembukaannya dilakukan selamatan untuk seluruh karyawan dan pekerja yang terlibat dalam pembangunan. Dua kepala kerbau ditanam di kedua sisi stasiun. Hal yang sama juga terjadi saat pembangunan stasiun Beos (Jakarta Kota). Kala itu masyarakat yakin bahwa tiap pembangunan proyek besar harus ada tumbal, yakni menanam kepala kerbau. Untuk mencegah jangan sampai nantinya proyek tersebut meminta korban.
Tanjung Priok di zaman Belanda adalah pelabuhan yang tertata rapi, asri dan bebas banjir, kata Ny Ashari (75 tahun) yang selama puluhan tahun tinggal di Priok. Salah satu keindahan adalah perahu-perahu milik perkumpulan Yachlt Club yang sampai tertambat berjejer di dermaga.
Yacht Club yang pernah berjaya adalah perkumpulan pecinta lautan yang didirikan sejumlah warga Belanda. Yachlt Club sebuah gedung cukup megah di tepi pantai, sampai 1970-an menjadi salah satu tempat hiburan paling banyak didatangi. Kita dapat menyantap hidangan laut sambil menikmati deburan ombak.
Satu lagi tempat hiburan di Priok adalah Pantai Zandvoord (orang menyebutnya Sampur). Pantainya yang bening dan belum kena polusi, di hari-hari liburan banyak dikunjungi masyarakat. Mereka yang tinggal agak jauh datang dengan naik kereta api. Letaknya sekitar 3 km dari Taman Impian Jaya Ancol, yang kala itu masih jadi tempat monyet.
(Alwi Shahab, wartawan Republika )
Tuesday, March 21, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment