Tuesday, March 21, 2006

Onrust dan Hukuman Tembak Kartosuwiryo

Pulau Onrust salah satu pulau terdekat dengan Jakarta di antara pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Menuju ke Pulau Onrust dari Pelabuhan Muara Kamal Jakarta Utara dengan perahu tradisional hanya perlu waktu 10-15 menit saja.

Pulau yang luasnya 12 hektar dan kini akibat abrasi tinggal 8 hektar, jaraknya hanya 14 km dari Jakarta. Tidak heran kalau pulau di Teluk Jakarta ini, kini banyak dikunjungi wisatawan, khususnya para mahasiswa dan pelajar, terutama di masa liburan. Karena di pulau yang memiliki sejarah panjang ini, oleh Dinas Museum dan Kebudayaan DKI Jakarta dijadikan sebagai Taman Arkeologi Nasional. Ini berkaitan dengan banyaknya peristiwa penting di Pulau Onrust.

Kata Onrust berasal dari bahasa Belanda : ''tanpa istirahat'' atau ''sibuk''. Nama ini dikenal sejak abad ke-17, terutama oleh orang Belanda. Sedangkan penduduk setempat mengenalnya sebagai Pulau Kapal. Pulau yang pernah disengketakan antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Banten, pada sekitar 1613 VOC mendirikan galangan kapal. James Cook, sebelum menemukan Benua Australia terlebih dulu kapalnya diperbaiki di pulau ini. Dia kemudian memujinya sebagai galangan kapal terbaik. Sebelumnya pulau ini pernah menjadi tempat peristirahatan para keluarga kesultanan Banten.

Dari pulau inilah VOC menyiapkan armadanya untuk menyerang Jayakarta, ketika sebelumnya pada 10-13 November 1610 mengadakan perjanjian dengan Pangeran Jayakarta. Pangeran mengizinkan VOC membangun sebuah galangan kapal di Onrust. Yang akhirnya justru jadi bumerang bagi Jayakarta. Karena dibalik perjanjian itu, JP Coen berencana ingin menjadikannya sebagai koloni Belanda. Onrust kemudian semakin kuat sebagai pertahanan dan depot logistik VOC. Di sini dipekerjakan 148 abdi kompeni dan 200 orang budak, yang diperlakukan tidak manusiawi. Kemudian ratusan warga Tionghoa disuruh bekerja di sini.

Pulau ini dua kali digembur dan diluluhlantakkan Inggris ketika melakukan blokade terhadap Batavia. Yaitu pada 1800 dan 1806. Inggris baru angkat kaki 1816. Pulau Onrust pernah menjadi karantina haji hingga 1911 sampai 1940. Kemudian dijadikan tawanan para pemberontak yang terlibat dalam ''Peristiwa Kapal Tujuh'' (Zeven Provincien). Pada 1940 dijadikan sebagai tawanan warga Jerman, yang pada masa berkuasanya Hitler jadi musuh Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Onrust dijadikan penjara bagi para penjahat kriminal kelas berat.

Setelah kemerdekaan Onrust dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Karantina bagi penderita penyakit menular hingga 1960-an. Kala itu, mereka yang menderita penyakit cacar tanpa ampun dikarantina di Onrust. Kalau saja rumah sakit karantina itu masih berdiri mungkin saja mereka yang terinfeksi penyakit flu burung ditempatkan di sini. Bukan hanya mereka yang menderita penyakit menular, para gelandangan dan pengemis juga ditampung di Pulau Onrust. Maklum kala itu, banyak tamu negara berdatangan ke Jakarta. Dan Bung Karno memerintahkan agar para pengemis dan gelandangan yang dapat menjelekkan citra Jakarta harus dibersihkan.

Pada masa itu, tokoh pemberontak DI/TII, Maridjan Kartosuwiryo, yang tertangkap di Leles, Garut, setelah dijatuhi hukuman mati juga ditembak di Pulau Onrust. Menurut Bung Karno seperti diceritakannya pada penulis Solichin Salam, sebelum menjatuhi hukuman itu, dia terlebih dahulu shalat meminta petunjuk Allah. Sejumlah tokoh Liga Demokrasi seperti Haji Princen dkk yang menentang Demokrasi Terpimpin-nya Bung Karno juga pernah diasingkan di pulau ini.

Di Onrust kita masih menjumpai kuburan orang-orang Belanda, barak tempat karantina haji, rumah dokter haji dan petugas kesehatan yang masih terpelihara utuh. Pokoknya Onrust pantas didatangi, yang kini tengah disiapkan jadi Museum Arkeologi.

(Alwi Shahab, wartawan Republika )

No comments: