Tuesday, March 21, 2006

Lenong, dari Ngamen ke Televisi

Lenong, sebuah teater tradisional Betawi, berkembang sejak akhir abad 19. Sebelumnya masyarakat mengenal komedi stambul dan teater bangsawan yang dimainkan bermacam suku bangsa dengan menggunakan bahasa Melayu.

Orang Betawi menirunya, dan lahirlah lenong. Sampai 1960-an, di pinggiran Jakarta--bila ada keriaan (keramaian)--hampir selalu nanggap lenong. Diiringi musik gambang kromong yang dipengaruhi alat musik unsur Cina, seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Alat musik selebihnya adalah khas Betawi, antara lain gambang keromong, gong, kendang, kempor, dan kecrekan.

Kuatnya unsur Cina karena dulu orkes ini dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan Cina. Terutama para tauke untuk mencari hiburan. Tapi lenong bukan cuma sarana hiburan atau rekreasi, tapi sekaligus mencerminkan ekspresi perjuangan dan protes sosial. Lakonnya mengandung pesan moral, menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.

Nyaris punah
Hampir dalam semua lakon muncul seorang berjiwa satria. Dia maju membela rakyat kecil yang tertindas. Seperti dalam lakon-lakon Si Pitung, Si Jampang, dan Macan Kemayoran.

Akhir 1960-an lenong nyaris punah. Tetapi kemudian dibangkitkan kembali oleh tokoh lenong Djaduk Djayakusuma, Sumantri Sastrowardoyo dan SM Ardan. Jalan ceritanya dipersingkat jadi dua jam, tidak lagi semalam suntuk yang bisa membuat orang akhirnya jemu. Walhasil, ternyata lenong mendapat greget baru dan digemari karena banyak unsur humornya. Lalu, bisa tampil di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM).

Banyak pemain lenong menjadi terkenal. Bahkan ada yang jadi bintang film, seperti Bu Siti, Pak Tile, Anen, Nasir, Bokir, Nirin, dan masih banyak lagi.

Topeng Betawi
Di film-film produksi 1970-an dan 1980-an banyak kita jumpai wajah mereka. Umumnya berperan sebagai pelawak. Sedangkan mendiang Benyamin Sueb adalah seniman Betawi yang mempopulerkan lagu-lagu gambang kromong, berdut dengan Ida Royani.

Yang juga digemari adalah Topeng Betawi. Banyak yang mempersamakan jenis kesenian ini dengan lenong. Padahal ada perbedaan. Kalau lenong pengiringnya musik gambang keromong, sedagkan topeng musik Betawi asli. Pun, kalau lenong menceritakan para jagoan melawan tuan tanah jahat, topeng menceritakan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Para seniman kesenian Betawi yang kini terkenal dan banjir tawaran di berbagai stasiun televisi, contohnya adalah Mandra, Bolot, Malih, dan adiknya Omas. Mereka adalah pemain topeng Betawi. Karena tumbuhnya di pinggiran kota Jakarta, topeng dipengaruhi kesenian Sunda.

Seperti juga lenong, topeng sebelum muncul di televisi ngamen dari kampung ke kampung. Mereka pentas malam hari di udara terbuka dan diterangi lampu minyak tanah. Mereka membawa dan menggendong anak kecil dan bahkan bayi, untuk berjalan berkilo-kilo meter.

Mungkin saja di antara anak-anak yang di gendong waktu itu adalah orang-orang yang kini dikenal sebagai Mandra, Bolot, Malih, dan Omas. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang primadonanya mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Banyak penonton melemparkan uang kecil di atas tikar yang khusus disediakan. Dari uang saweran inilah para pemain lenong dan topeng hidup pas-pasan, dan lebih banyak menyedihkan.

Sutradara Ali Shahab pernah menceritakan, sebelum bermain film Pepesan Kosong (1980-an), Malih dan Bolot rumahnya masih berlantai tanah. Bahkan SN Ardan, tokoh yang membangkitkan kembali lenong, mengatakan : ''Dulu ketika para pemain datang ke TIM harus naik bus kota. Bajunya lusu dan dekil.''

( alwi shahab )

1 comment:

Gundala Putra Petir said...

upload ke youtube pak fragmen "Pepesan Kosong"nya... mohon dengan sangat. Kangen saya dengan tokoh-tokohnya, terima kasih