Meskipun sudah sejak lama namanya diubah jadi Jl Perniagaan, tapi masyarakat masih lebih banyak menyebutnya Patekoan. Terletak hanya beberapa ratus meter dari pusat pertokoan dan perdagangan Glodok, Jakarta Barat, yang selalu hingar bingar, Patekoan punya sejarah panjang. Bahkan ia dikenal sejak awal pemerintah kolonial Belanda. Karena, kawasan China Town inilah, sejak Jan Pieterzoon Coen memerintah (Mei 1619), yang dijadikan perkampungan Tionghoa. Tidak heran, kalau sejumlah kapitein Cina pernah tinggal di sini. Demikian pula sejumlah klenteng masih tetap berdiri tegak, sekalipun sudah berdiri lebih dari tiga abad.
Para kapitein oleh Belanda dijadikan sebagai penasehat resmi mengenai adat istidiadat Cina di pengadilan. Seperti Souw Beng Kong, kapiten Cina pertama (diangkat Oktober 1619) memiliki kapal, mengurus tempat perjudian, pembuatan uang tembaga, serta mengawasi rumah timbang bagi semua barang orang Tionghoa. Souw juga anemer (kontraktor) pertama di Batavia. Wakilnya, Jan Con, adalah seorang Muslim yang membangun masjid di Kampung Bebek, Jakarta Barat. Ketika Juli 1636, Souw Beng Kong mengundurkan diri dan pergi ke Formosa (Taiwan) yang kala itu merupakan jajahan Belanda, Belanda untuk sementara mengangkat Lim Lak (Limlaco), juga seorang Cina Muslim. Ia sebelumnya terkenal sebagai pemborong sepatu untuk kompeni.
Kapitein Cina yang prestasinya masih terlihat di Jakarta adalah Phoa Beng Gan. Ia yang menggali sungai (kanal) yang diapit antara Jl Hayam Wuruk dan Jl Gajah Mada. Kapitein Cina kedua ini membangun kanal dari Harmoni (sekitar Sekretariat Negara), hingga rawa-rawa di sekitarnya yang selama ini jadi gudang penyakit, karena sarang nyamuk menjadi kering.
Phoa Beng Gan digantikan oleh Gan Djie, seoranmg Cina totok yang berasal dari Ciangciu, sebuah kota keresidenan di bagian selatan Provinsi Hokkian. Dalam usianya yang sangat muda ia datang ke Gresik, mengikuti kakak laki-lakinya yang sudah terlebih dulu datang ke Jawa. Di Gresik ia membantu kakaknya berdagang hasil bumi. Dia kemudian berjualan kelontong berkeliling ke desa-desa. Dia memikul dagangannya sendiri masuk desa keluar desa. Baru setelah sukses dia dibantu seorang kuli panggul. Di sebuah desa, ia bertemu dengan gadis Bali, yang kemudian diperistrinya.
Beberapa tahun kemudian berkat kerajinan dan kerja keras, Gan Djie menjadi saudagar besar di Gresik. Gan Djie meninggalkan Gresik ke Batavia tahun 1659. Dia tinggal di sebuah rumah di sebuah jalan yang sekarang disebut Patekoan (diganti Jl Perniagaan pada tahun 1960-an). Di Batavia ia berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka menolong, dalam waktu singkat ia menjadi salah seorang terkemuka di pemukimannya yang baru. Dan, ketika Phoa Beng Ganm pada 1663 mengundurkan diri, Gan Djie pun diangkat sebagai penggantinya. Maka sejak 10 April 1663 Gan Djie menjadi Kapiten der Chineezen (Kapitein Cina) ketiga. Ia dilantik oleh gubernur jenderal Joan Maetsuyker. Karena kesibukannya, ia dibantu istrinya, wanita Beli.
Di depan kantor Kapitein seringkali berteduh para pedagang keliling atau mereka yang kelelahan di jalan. Waktu udara begitu panas, orang yang melintas di jalan selalu sulit mendapatkan air untuk minum. Maklum kala itu, boleh dikata belum banyak penjual minuman. Melihat hal itu, istrinya, Nyai Gan Djie, mengusulkan pada si suami agar di depan kantor disediakan air teh untuk warga masyarakat yang kehausan. Bagi orang yang berkecukupan macam Kapiten Gan, tentu saja air teh tidak ada artinya. Tetapi bagi masyarakat yang 'kekeringan' penting sekali. Kapiten Gan langsung setuju usul istrinya.
Di depan kantor, di sebelah luar pintu, lalu dipasang meja-meja kecil. Di atasnya tiap pagi dan sore disediakan air teh. Supaya air teh mencukupi keperluan warga dan tidak setiap kali kehabisan, maka disediakan delapan tekoan (teko/poci teh). Persediaan air itu akhirnya menjadi suatu ciri untuk memudahkan bagi warga mencari kantor officer Tionghoa itu. Demikianlah, orang lalu mengatakan, dimana ada pat-te-koan di situlah tempat tinggalnya Kapiten Gan. Lambat laun menjadi Patekoan.
Pada 1666, setelah memangku jabatan tiga tahun, Kapitein Gan meninggal. Pemerintah Belanda kemudian meminta Nyai Gan Djie menggantikan jabatan suaminya sampai nantinya diangkat orang lain. Pada 1678, setelah 12 tahun memangku jabatannya, karena sudah tua, Nyai Gan pengunduran diri. Dan, pemerintah kolonial memberikan penghargaan padanya.
Menurut David Kwa, yang menulis sinopsis cerita ini dalam pementasan di Museum Sejarah Jakarta, Ahad (21/8-2005), salah satu prestasi Kapitein Gan adalah mengadakan bea cukai perjudian. Dengan cukai yang tinggi itu, dimaksudkan supaya orang tidak berjudi. Sayangnya, upaya ini tidak berhasil mengendalikan warga Tionghoa untuk berjudi yang merupakan kebudayaan mereka. Dia juga berhasil menyeragamkan timbangan, agar para pembeli tidak dirugikan, yang kemudian diambil alih Belanda dengan ijk wezen. Menurut David, di Patekoan sekarang tidak diketahui dimana bekas kediaman kapitein Cina ini. Maklum, sudah tiga setengah abad lalu./n
(Alwi Shahab )
Tuesday, March 21, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment