Dalam situasi negara penuh gejolak seperti sekarang ini, kisah-kisah keteladanan Nabi Muhammad SAW patut direnungkan. Sikap lapang dada, ampunan, dan cinta kasih beliau banyak sekali dan tak berkesudahan.
Beliau adalah sosok pemberi yang tak merasa takut akan kemiskinan. Beliau tak pernah menyimpan uang barang satu dirham. Waktu wafat, baju rantainya masih tergadai pada seorang Yahudi. Rasulullah SAW meringkaskan inti kepribadiannya dengan ungkapan berikut, "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku dan cinta kasih adalah aliran pahamku. Ingat pada Allah itulah temanku. Adapun keprihatinan, itulah kawanku. Kesabaran adalah busanaku, ilmu senjataku, berjihad adalah perangaiku, dan shalat itulah penawar hatiku."
Bagaimana sederhananya hidup Nabi SAW, istrinya, Aisyah berkata, "Rasulullah tak pernah penuh perutnya oleh makanan. Sebagian besar masanya dilalui dengan berpuasa." Pernah kukatakan kepada beliau, "Kiranya tuan makan secara yang cukup untuk sekadar kenyang."
Beliau menjawab, "Hai Aisyah! Buat apa dunia ini bagiku. Para rekanku, Rasul-rasul Ulul 'Azmi telah bertahan atas hal-hal yang jauh lebih berat daripada yang kurasakan. Kemudian mereka pergi menghadap Allah dan mereka diganjar Allah dengan ganjaran berlipat ganda. Aku malu, kalau sampai menikmati hidup ini, kelak aku tak mencapai martabat mereka. Tak ada sesuatu yang melebihi hasratku untuk mengejar rekan-rekanku itu."
Namun, Nabi SAW tak menolak pemberian hadiah berupa santapan enak atau pakaian yang agak halus. Yang enggan dilakukan ialah mencari-cari kehidupan yang enak, mengangankannya atau memusingkan diri mendapatkannya. Karena itu, beliau membiasakan diri hidup tak berpunya, lapar, dan sekadar yang memadai bagi kehidupannya.
Dengan begitu, beliau dapat memberi suri teladan dari bimbingan Islam itu, yakni sebagai agama yang sedang-sedang saja. Tidak membenarkan hidup memantangkan urusan biologi secara membunuh syahwat. Tetapi tak juga rakus dan lahap memenuhi syahwat.
Insan pun akan bebas dari dominasi diri sendiri dan dominasi orang lain. Itulah kemerdekaan, yaitu membebaskan diri dari segala desakan keinginan, sehingga syahwatnya menaklukkannya untuk mencapai sesuap nasi atau sehelai sandang.
Itulah sikap tengah-tengah. Itulah jalan lurus, sirath almustaqim, yang lebih kecil dari sehelai rambut yang memisahkan antara sikap terlalu mementingkan diri dan terlalu mengabaikannya. Nabi yang tak pandai membaca dan menulis, tapi mengungguli orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Dan orang mulia inilah yang dalam Alquran digambarkan oleh Allah, "Engkau berada dalam perangai yang luhur sekali."
(Alwi Shahab)
Saturday, October 21, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment