Saturday, October 21, 2006

Kesurupan Roh Halus

Surat-surat kabar dan televisi akhir Maret 2006 lalu ramai memberitakan peristiwa kesurupan massal yang terjadi di sejumlah tempat berlainan. Di awali di pabrik perusahaan rokok kretek Bentoel di Malang. Tidak tanggung-tanggung 30 karyawannya sampai harus diangkut ke poliklinik. Sehari sebelumnya, tujuh siswa SMPN 2, Natang, Jawa Tengah, juga kesurupan.

Pada 21 Maret 2006 kesurupan massal juga menimpa 30 siswa SMA PGRI 2 Banjarmasin. Jumlah itu masih terbilang kecil, karena sepekan sebelumnya 110 siswa kesurupan di Yogyakarta. Rupanya 'roh halus' tidak mau berhenti melakukan aksinya. Setelah Yogya, kasus serupa menyusul di Surabaya dan Bogor, yang juga berlangsung secara massal.

Bagi orang Betawi, kesurupan bukan hal baru. Sudah sejak zaman baheula. Karena itu, tidak heran bila kampung-kampung memiliki orang yang pandai menanganinya, tanpa perlu harus kedokter. H Irwan Sjafii (76 tahun), misalnya, sudah belasan tahun menangani apa yang disebut orang Betawi : 'kemasukan orang halus'. Di kediamannya, di Kampung Duku, Setiabudi, Jakarta Pusat, Bang Piie -- demikian sebutannya sehari-hari -- selalu dicari warga bila ada yang kesurupan.

Pada tahun 1983, ketika menjadi lurah di Petukangan Utara, Kebayoran Lama, ada istri tukang becak yang histeris dan berontak-rontak, karena kesurupan. Kesurupannya cukup lama, dari pukul 09.00 sampai 12.00. Ketika dia mendatanginya, perempuan itu mendampratnya sambil berkata : "Lurah lama baik. Minta izin dulu ketika membangun kantor PKK!"

Rupanya, ketika membangun kantor PKK, Bang Piie ketika itu tidak mau memasang ancak -- terdiri dari telur, kembang 7 rupa, lisong, satu tandan pisang dan uang receh -- seperti kebiasaan masa itu.

"Lurah sekarang pelit. Membangun gedung tidak minta iizin pada penunggunya," teriak perempuan yang kesurupanitu.

"Ini siape", tanya Bang Piie.
"Saya ratu yang menunggu kantor kelurahan," jawab perempuan itu.
"Kalo lu marah jangan masuk sama orang lain. Masuk sama gue!" jawab Bang Piie.

"Lu jangan banyak omong," tantang si wanita, histeris.

Langsung Bang Piie menyundut jempol kakinya dengan rokok yang menyala. "Lu mau pulang kagak?" kata Bang Piie sambil menggertak, "Nanti gue jejelin tai kotok lu!"
Digertak akan dijejelin tai kotok (kotoran ayam), si wanita menjawab, "Iya pulang." Maka dengan badan lesu sadarlah orang itu, setelah kesurupan selama empat jam.

Menurut H Irwan Sjafii, penyebab utama kesurupan karena masalah psikologi dan tekanan jiwa. Karenanya, orang-orang dulu selalu menasehati agar jangan melamun, nanti kemasukan roh halus.

Penulis cerita Betawi 1950-an dan 1960-an pernah membuat artikel tentang kesurupan. Ceritanya, Bang Dulloh, warga Cinangka, dekat Ciputat, Tangerang, sehabis plesiran ke Gedung Arca (Musium Nasional), tiba-tiba kesurupan. Ia menggeletak di depan pintu dengan mata mendelik dan berkaok-kaok, "Aduuuuh, aduuuuuh! Laparr, lapaaarr!"

Seisi rumah dan para tetangga kebingunan. "Ora puguh-puguh (tidak ada apa-apa) kok jejeritan. Orang alus mana nih yang datang?" tanya istrinya. Dengan tubuh menggelepar-gelepar, bang Dulloh berkata, "Guah dari gedong-arca dateng kemari, ora peduli panas, ora peduli ujan!"

"Aduh," jerit istrinya. "Jau-jau dateng ke Cinangka, apa-apaan. Coba tinggal aje di sono. Tapi, apah nih maksudnya nih datang kemari? Bilang dong!" seru beberapa tetangga. "Guah belon senang kalo kagak dijogrogin duren, rambutan, ame ayam bekakak."

"Oooo, mau gegares nyang begituan?" kata bininya. "Baru dikata duren ama rambutan, mau anggur lemot lagi kita bisa adain!" seru istrinya sambil menyuruh anaknya, si Entong, metik rambutan ame duren di kebon. Tak lama kemudian si Entong sudah nongol lagi dengan mendongdong duren tiga biji dan serenceng rambutan.

Lahap sekali Bang Dulloh menyikat apa yang ada di depannya, tapi sekonyong-konyong ia berteriak-teriak lagi, "Kagak ada rasanya. Kagak enak. Gua mau duren jatoan, yang kuning, yang tebal. Jangan kayak ini, bijinya keliatan!"

Karena orang halus di tubuh Bang Dulloh kagak mau juga pulang, maka selang beberapa menit, datanglah Uwa Neot -- seorang kakek-kakek yang kesohor bisa ngusir setan. "Betul-betul kagak mau pulang nih," kata Uwa Neot menghampiri. "Apa lu mau ngerasain dulu pencetan guah?"

Maka, dengan mulut kemak kemik, Uwa Neot memegang tengkuk Bang Dulloh. Dipencetnya jempol kakinya kuat-kuat, hingga Bang Dulloh kontan menjeri-jerit, "Aduuuuuh, aduuuuh!!"

"Nah lu, rasain dah! Ayoh, pulang kagak, ntar gua bejeg terus!" gertak Uwa Neot.

"Bener Wak Neot," sahut orang-orang di sekelingnya.

"Bejeg terus dah, jangan kasih ati!"

"Jejelin tai kotok," yang lain nyeletuk.

Akhirnya, si Ritem, orang halus dari 'gedung arca' yang masuk ke tubuh Bang Dulloh menyerah.

"Ampuuuun, ampuuun dah, sekarang guah mau pulang...."

Maka, Bang Dullah mulai siuman. Matanya berkedip-kedip, tapi ia masih belum sadar betul. "Nyebut ngapah, Bang, jangan diam ajah!"

"Memangnya guah ngapah," tanya Bang Dulloh bangkit sembari mengusap mukanya.

"Abang tadi kesurupan tadi, tau? Baru ngeliat orang-orangan dari batu aje ude kaget, jadi kesurupan...." jawab istrinya.


(Alwi Shahab)

No comments: