Saat ini tidak terhitung banyaknya orang tua yang menderita stres karena tidak mampu menyekolahkan putra-putrinya. Untuk masuk sekolah, mulai TK, SD, SLTP, SLTA sampai ke perguruan tinggi, diperlukan banyak uang. Belum lagi untuk membeli seragam dan uang sumbangan untuk biaya rehabilitasi atau perbaikan sekolah. Jangan kaget -- di tengah-tengah jumlah penganggur yang makin membengkak -- kini kita dapati putra-putra usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Untuk sekadar menghilangkan stres dan sebagai pelipur lara dalam suasana politik yang tidak pernah sepi dari konflik, sebaiknya kali ini kita mengangkat cerita-cerita humor. Bagi orang Betawi, humor punya fungsi sosial untuk melarikan diri dari kepedihan hidup, setidak-tidaknya untuk membangkitkan kembali rasa optimisme. Refleksi rasa humor itu terlihat kental dari lakon-lakon lenong dan topeng Betawi. Bukan hanya itu. Masih banyak lagi seni Betawi kental dengan humor. Salah satunya adalah sahibul hikayat alias tukang dongeng. Mendengarkan sahibul hikayat ditanggung bisa mengendorkan urat syaraf.
Budaya Betawi tempo doeloe lahir dari pengaruh Parsi dan Timur Tengah, yang terkenal dengan kisah 1001 Malam-nya. Tidak heran jika H Sofyan Jait (65), sambil duduk di permadani dari malam sampai jelang subuh, membawakan cerita-cerita demikian.
***
Konon, di negeri Sardistan, tinggal seorang raksasa. "Cucu mau makan apa?" tanya raksasa dengan suara bernada tinggi pada salah seorang cucunya yang masih balita.
"Cucu kagak mau makan," jawab sang cucu.
"Abis cucu mau ape?" tanya sang raksasa.
"Cucu mau main ayunan," jawab si cucu.
Maka sang raksasa pun sibuk membikin ayunan untuk menyenangkan hati cucunya. Konon, ketika lohor diayun, ayunan yang membawa sang cucu baru balik kembali menjelang magrib. Tentu saja cerita ini tidak masuk akal, tapi pendengar cukup dibuat terpingkel-pingkel.
Di negeri Samarkand, ada seorang raja yang punya putra semata wayang. Namanya cukup bagus, Harsati Siti. Sayangnya, putri ini jeleknya kagak ketulungan. Seluruh rakyat negeri Samarkand tahu raja memiliki putri yang sangat jelek. Singkat cerita, raja menjadi kewalahan karena Harsati Siti belum juga dapat jodoh, sekalipun usianya sudah jatuh tempo. Suatu hari raja Samarkand memanggil hulubalang, dan memerintahkan agar mencari pemuda untuk dijodohkan pada sang putri.
Maka sang hulubalang berdiri di tengah-tengah perapatan, untuk mencari orang yang akan dijodohkan pada sang putri. Sayangnya, misi rahasia ini bocor hingga diketahui orang banyak. Kalau biasanya mengawini putri raja merupakan idaman tiap orang, tidak demikian dengan tawaran sang raja. Tidak seorangpun mau lewat diperepatan jalan, hingga sang hulubalang harus bersabar selama berjam-jam menunggu orang yang lewat. "Pokoknye kalao ada yang lewat, anak muda kek, kakek-kakek kek, gua tabrak," pikir hulubalang.
Setelah sampai lewat Ashar tidak ada orang lewat, tiba-tiba seekor kambing bandot lewat di depan hulubalang. Mungkin karena kesel, kambing bandot pun disergap sang hulubalang, sambil bertanya,
"Kambing, lu mau kawin dengan putri raja?"
Sang kambing pun menjawab, "Embek...."
Tidak diceritakan bagaimana reaksi sang raja ketika hulubalang membawa kambing bandot untuk jodoh sang putri.
***
Masih di negeri Samarkand, pernah terjadi pertempuran antara jin melawan bidadari. Tentu saja tidak ada seorang bidadari pun yang mau dengan jin. Maklum kepalanya segi tiga, perutnya mengsong dan hidungnya persis berko. Saat peperangan berlangsung dengan seru, sang bidadari ramai-ramai bubar melarikan diri ke kayangan. "Siapa yang mau perang kalau ngerogo empang," kata para bidadari.
Konon, di Samarkand banyak didatangi para pemburu, karena berbagai buruan terdapat di sini. Suatu ketika, seorang pemburu kehabisan peluru saat memburu seekor macan. Saking takutnya menjadi umpan sang macam, si pemburu cepat-cepat naik ke pohon. Sementara sang macam menunggu di bawahnya, seolah-olah siap menerkam.
"Oh macan, jangan makan gue dong," kata si pemburu.
"Ngapain makan elu. Gue lagi sakit gigi nih! Ade aspirin enggak, Lu?" tanya sang macan.
***
Di masa kolonial, Belanda menempatkan seorang kapten yang bertugas untuk mengurus komoditasnya. Yang diangkat sebagai kapten adalah orang yang paling berpengaruh dan kaya raya di masyarakat. Konon, ada seorang kapten Arab naik kereta api di kelas satu dari Beos (Jakarta Kota) ke Buitenzorg (Bogor). Entah mengapa tongkat sang kapten tiba-tiba membentur jendela hingga pecah. Maka ia diharuskan membayar kerugian lima gulden.
Ketika sang kapten memberikan uang 10 gulden, si kondektur menyatakan tidak ada kembaliannya. Maka kembali ia memecahkan kaca jendela kereta lainnya, sambil berkata, "Sekarang impas, tidak usah kembali."
Apakah cerita-cerita itu cukup mengelitik. Kalau tidak, mungkin Anda terlalu stres, atau saya yang kurang pandai menuliskannya. Yang pasti, saat Pak Jait bercerita hampir seluruh hadirin ngakak, tertawa terpingkal pingkal.
(Alwi Shahab)
Saturday, October 21, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment