Saturday, October 21, 2006

Salak, Duku dan Emping Condet

Pemda DKI Jakarta ingin mengangkat kembali reputasi kawasan Condet, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, sebagai penghasil buah-buahan terbesar di Jakarta. Pemda DKI telah membebaskan lahan seluas dua hektar untuk cagar buah, yang terletak di kelurahan Batu Ampar. Di antara buah-buahan hasil bumi Condet, buah salak, duku, melinjo, dan kecapi, dikenal masyarakat luas. Bukan hanya di Jakarta, tapi sampai ke daerah Bogor dan sekitarnya, karena rasanya yang lebih manis dibanding buah-buahan daerah lain.

Salak Condet bagitu dikenal di masa lalu, karena rasanya manis dan masir. Jauh lebih manis dibanding salak pondoh dari Yogyakarta. Salak yang kini populer dan paling banyak dipasarkan di Jakarta, belum ada apa-apanya dibandiungkan salak Condet, kata sejumlah warga di Condet, yang dulu memiliki kebun salak di kediamannya. Apalagi kalau dibandingkan salak Bali.

Sayangnya, Condet sebagai penghasil salak terkenal di Jakarta itu kini tinggal kenangan. Sudah hampir tidak ditemui lagi pohon-pohon salak yang tersisa, bila kitas menjelajahi kawasan yang sebagian besar penduduknya warga Betawi itu. Condet kini sudah menjadi 'hutan beton'. Sampai-sampai para penjual buah-buahan di Condet tidak lagi menjual salak dari daerah kelahirannya. Mereka menjual salak pondoh. Salak Condet yang manis mereka tanam dan dapat dipetik setelah tiga tahun. Bertanam salak dilakukan secara naluri dan tak pernah diberi pupuk. Pupuknya hanyalah dari humus daun-daun kering yang jatuh di sekeliling pohon.

Tapi bukan hanya salak yang membuat gubernur Ali Sadikin pada 1975 menetapkan Condet sebagai cagar budaya Betawi yang sayangnya kagak kesampean. Luas daerah Condet terdiri dari tiga kelurahan (Bale Kambang, Batu Ampar dan Kampung Tengah), kurang lebih 632 ha (separuh Monas). Ketika Bang Ali menetapkannya sebagai cagar budaya, tumbuh-tumbuhan keras di sini hidup subur. Masih terdapat kebun-kebun yang boleh dikata tak tembus sinar matahari. Sehingga hari panas bagaimanapun teriknya orang dapat hidup santai, tulis Ran Ramelan dalam buku Condet Cagar Budaya Betawi.

Saat salak jadi primadona di Condet, di kelurahan Bele Kambang 60 persen penduduknya petani salak, 20 persen petani buah-buahan, 10 persen karyawan/buruh dan 10 persen lain-lain. Sedangkan di Batu Ampar 50 persen petani salak dan 20 persen buah-buahan. Di Kampung Tengah 40 persen petani salak dan 20 persen buah-buahan lainnya. Tapi kini, sebagian besar pemuda Condet menjadi pegawai dan tukang ojek, setelah mereka melego tanah dan rumah-rumah mereka.

Tapi, bukan hanya salak yang menjadikan Condet terkenal. Duku Condet tidak kalah manisnya dengan duku Palembang, yang kini juga banyak merajai pasar buah di Jakarta. Masih ada lagi buah-buahan lainnya, seperti sawo dan kecapi yang juga terkenal manisnya. Belum lagi melinjo, yang oleh rakyat Condet dijadikan sebagai emping. Pohon melinjo, menurut para sesepuh di Condet, jumlahnya pernah mencapai ratusan ribu pohon. Tak heran ketika itu industri emping melinjo menjamur.

Dulu banyak penduduk Condet terlibat dalam produksi emping. Terdapat sejumlah home industry. Begitu bergairahnya industri ini berkembang hingga kebutuhan melinjo tidak tercukupi. Sebagian harus didatangkan dari Banten.

Emping Condet terkenal gurih. Lebih gurih dari emping keluaran daerah lainnya. Karena, emping melinjo daerah lain sebelum digecek terlebih dulu melinjonya direbut. Sedangkan di Condet orang tidak merebusnya, melainkan di-nya-nya, yakni digoreng dengan pasir sebelum digecek, sehingga rasanya lebih gurih. Lagi pula emping Condet lebih tipis dari emping keluaran tempat lain. Biasanya warga Condet membikin emping lebar-lebar, digoreng dilipat dua.

Sampai saat ini di Jl Condet Raya masih dapat kita jumpai beberapa pedagang emping. Sedangkan salak dan duku Condet sudah sulit ditemui. Di samping emping, ada satu jenis makanan yang boleh dikata asing ditempat lain dan hanya terdapat di Condet, yakni goreng jengkol yang sangat digemari orang.

Condet, yang sampai awal 1990-an masih berudara nyaman, juga dikenal masyarakatnya pandai dalam membuat dan mengelola berbagai jenis kue. Pada hari raya Idul Fitri, misalnya, kita akan dapat menikmati dodol Condet yang warnanya kecoklat-coklatan, gurih dan manis. Rata-rata rakyat Condet pandai membuat dodol, makanan khas Betawi. Di samping dodol, kueh terkenal dari Condet adalah geplak. Dibuat dari tepung beras dan kelapa yang diparut.

Kue-kue yang juga jadi kebanggan warga Condet adalah wajik yang hampir selalu nongol pada hari-hari lebaran. Masih ada belasan kue lagi yang tiap pagi banyak dijual untuk sarapan, seperti kue care, kueh jongkong, kue bugis, kue pepe, onde-onde, dan kue talam. Pada waktu silam gadis-gadis Condet diharuskan pandai membuat kue. Maklum kala itu kepandaian memasak seorang gadis menjadi salah satu syarat saat dilamar.

Di atas lahan dua ha di Bale Kambang, kini Condet diupayakan untuk menjadi cagar budaya buah-buahan, sekalipun hanya bagian kecil dari yang pernah terdapat di sini ketika Condet belum banyak penghuninya seperti sekarang. Mengutip Ibnu Umar Yunior dalam Fenomena Kramat Jati, menurut para sesepuh Condet, sejak kakek buyut mereka Condet memang sudah dipenuhi berbagai jenis buah-buahan. Sedangkan menurut data 1993, 18 tahun setelah Bang Ali menetapkan Condet sebagai cagar budaya, terdapat 6000 pohon duku dan 200 ribu pohon salak.


(Alwi Shahab)

No comments: