Saturday, October 21, 2006

Persiapan Pesta Gubernur yang Meriah

Gambar yang dilukis oleh seorang prajurit VOC Johannes Rach (1720-1783), lokasinya bukan di Eropa, seperti yang mungkin diperkirakan orang. Tetapi di Batavia. Tepatnya di Jacatra Road, kini Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat. Rach seorang soldadoe VOC kelahiran Denmark melukis persiapan-persiapan untuk upacara pelantikan gubernur jenderal Petrus Albertus van der Parra pada 29 September 1763. Sekaligus untuk memperingati ulang tahunnya.

Dilaporkan acara ini berlangsung sangat meriah selama sehari penuh dengan menampilkan berbagai atraksi parade dari berbagai kesatuan VOC. Sementara resepsinya yang berlangsung semalam suntuk dihadiri tidak kurang dari 600 tamu terhormat dari berbagai tempat di Batavia.

Pelukis Rach mengambil gambar beberapa hari sebelum resepsi mahamega itu berlangsung. Bagian paling atas dari dekorasi yang dibuat selama berminggu-minggu tampak burung garuda, sedangkan di bawahnya terpancang gambar besar sang Gubernur Jenderal van der Parra setengah badan. Gapura-gapura juga yang menjulang tinggi itu, di kiri kanannya diberi lukisan burung sebagai lambang sang gubernur jenderal.

Ketika resepsi berlangsung 100 buah mortir dilepas ke udara menambah semaraknya suasana pesta. Masa gubernur jenderal van der Parra yang terkenal royal dan sering menghambur-hambur uang, didatangkan anggur dari Eropa. Paling kiri tampak dua tentara pribumi VOC sedang memegang tombak dan sebelah kanannya tentara VOC yang dilengkapi tombak dan tameng.

Sekalipun baru merupakan persiapan, tampak gadis-gadis Eropa yang dipayungi oleh para budak beliannya. Lihatlah pakaian para nyonya Belanda ini, di bagian bawahnya. Seperti kurungan ayam yang banyak kita saksikan dalam film-film Hollywood yang menggambarkan situasi abad ke-18. Di bagian kanan lukisan tampak dua orang tukang cat.

Gubernur Jenderal van der Parra juga memiliki sebuah istana mewah di Weltevreden yang pada awal abad ke-20 dibongkar, untuk kemudian dijadikan hospital (rumah sakit) oleh Belanda. Kini bekas istana itu menjadi Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Masih ada sebuah istna lainnya milik gubernur jenderal ini, yakni Buitenzorg Palace (Istana Bogor). Kala itu, untuk mencapai Istana Bogor dari kawasan kota diperlukan waktu belasan jam dengan kereta yang ditarik sampai delapan ekor kuda.

Sampai 1860, perbudakan dilegalkan di Batavia. Di kota yang dibangun oleh JP Coen ini, di sekitar kawasan Kalibesar terdapat tempat lelang budak. Untuk laki-laki harga budak tergantung kekuatan mereka, sedangkan wanitanya semakin cantik makin mahal harganya. Jumlah budak yang besar itu sangat berarti bagi status sosial seseorang. Semakin banyak memiliki budak semakin bergengsi rumah tangganya.

Kala itu, dalam rumah-rumah besar seperti Arsip Nasional di Jl Gajah Mada, galangan kapal dan gudang-gudang VOC di Pasar Ikan bekerja ribuan budak belian. Tidak heran kalau jumlah budak pernah menjadi mayoritas penduduk Batavia. Seperti tahun 1788, dari 13.700 orang Bali, lebih 90 persen adalah budak belian. Mereka hidup tanpa mendapat perlakuan hukum dan dapat diperlakukan sewenang-wenang, seperti yang kini secara lebih biadab dilakukan Israel dengan dukungan AS terhadap rakyat Lebanon dan Palestina. Di tengah-tengah penghormatan umat manusia terhadap hak asasi manusia (HAM).


(Alwi Shahab)

No comments: