Saturday, October 21, 2006

Kesibukan di Pintu Kecil, Glodok 1957

Foto yang diabadikan tahun 1957 ini bukanlah sebuah kota di kawasan Hongkong, atau di daratan Cina. Tapi, jalan yang dipenuhi toko dan rumah dengan huruf Cina adalah suasana di Jl Pintu Kecil, bagian dari Glodok atawa China Town. Pintu Kecil yang diabadikan setengah abad lalu, suasananya sangat berlainan dengan sekarang ini.

Mobil-mobil merek Morris dan Fiat buatan Inggris dan Italia, mendominasi di jalan yang pernah dijuluki "Wall Street", karena kegiatannya sebagai pusat perdagangan dan bisnis warga keturunan Cina. Seperti juga pusat perdagangan dan bursa saham Wall Street di New York, di kawasan Glodok termasuk Pintu Kecil, kala itu tempat sebagian besar beredarnya uang di Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya.

Di samping mobil, terlihat otobus yang merupakan angkutan penumpang kala itu. Pada tahun 1957, saat menjelang berakhirnya demokrasi liberal dan kemudian digantikan demokrasi terpimpin, huruf-huruf Cina kemudian digantikan dengan bahasa Indonesia. Seperti terlihat di foto, toko-toko termasuk toko obat (sinshe) menggunakan reklame berbahasa Cina dan Indonesia. Di antaranya sebuah apotik yang menjual anggur kolesom, yang umumnya diminum oleh para ibu yang habis melahirkan. Tapi anggur ini juga menjadi minuman pria untuk mencari 'kekuatan'.

Terlihat seorang pria tengah bersepeda tanpa khawatir dengan kendaraan bermotor, di pasar yang kala itu sangat sibuk. Delman, sado, atau bendi, juga tampak lalu lalang yang sekarang ini sudah hampir menghilang di Jakarta. Pada 1860, seorang Belanda bernama FC TH Deeleman merancang kereta kuda beroda dua. Nama delman diambil dari nama perancangnya.

Pintu kecil yang berseberangan dengan Pasar Pagi, terletak sedikit di luar kota berbenteng. Sesuai namanya dulu di sini terdapat Pintu Kecil, tempat keluar masuknya manusia yang terletak di bagian barat benteng VOC. Tidak jauh dari Pintu Kecil, terdapat pintu masuk ke benteng yang lebih besar, hingga dinamakan Jalan Pintu Besar. Pasar Pagi sendiri pernah menjadi pasar grosir terbesar di Jakarta. Sekalipun telah dipindahkan ke Mangga Besar, tapi Pasar Pagi sampai kini masih tetap merupakan pasar grosir untuk alat-alat tulis, mainan anak-anak, dan tekstil.

Setelah peristiwa pemberontakan warga Tionghoa terhadap kompeni, Belanda melarang orang-orang Tionghoa tinggal di dalam benteng. Maka disediakanlah tempat untuk mereka di Glodok, di mana Pintu Kecil berada. Pada 1808-1811, Gubernur Jenderal Herman Willemn Daendels membongkar benteng tua (kastil), tembok kota, gereja Belanda baru, dan banyak gedung lainnya yang berada di dalam benteng.

Konon, nama Glodok berasal dari kata grojok suara kucuran air dari pancuran (kini disebut kawasan Pancoran). Pancoran ini terbuat dari kayu yang tingginya kl 10 kaki. Kata 'Glodok' diucapkan oleh orang Tionghoa totok (singkeh). Karena tidak bisa menyebut grojok akhirnya jadi Glodok, sesuai dengan lidahnya. Di sekitar Glodok dulu banyak kanal-kanal (kali buatan). Kala itu, mandi di kali bukan hanya kebiasaan penduduk, tapi termasuk orang Belanda yang berkedudukan tinggi.

(Alwi Shahab)

No comments: