Pelabuhan Sunda Kalapa dilukis pada 1859. Di sekitar tempat inilah kira-kira balatentara Islam dibawah pimpinan panglima perang dan mubaligh Fatahillah mengusir Portugis pada 22 Juni 1527. Negara di Eropa Selatan ini berkat perjanjian kerjasama dengan Kerajaan Pajajaran telah diberikan hak untuk membangun loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kalapa. Perjanjian ini ditentang keras oleh kesultanan Islam Demak yang kemudian menugaskan Fatahillah untuk mengusir Portugis.
Ketika pelabuhan itu dilukis, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Karena akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan. Sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Padahal kala itu, kota Batavia mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi). Apalagi sejak dibukanya Terusan Suez pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kamampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Apalagi ketika itu Batavia menghadapi saingan Singapura yang dibangun Raffles (1819).
Maka dibangunlah pelabuhan samudera Tanjung Priok, yang jaraknya sekitar 15 km dari Sunda Kalapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia - Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya (1869) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi dibagian mulutnya.
Yang kemudian dikenal dengan istilah 'jaman kuda gigit besi'. Pada 1881 trem uap mulai muncul dari Pasar Ikan - Weltevreden - Meester Cornelis (Jatinegara). Lalu lintas di Batavia terus melaju, dengan digantikannya trem uap dengan trem listrik pada 1899. Mobil mulai dikenal 1920-an yang pada awal-awalnya merupakan simbol elitis dan eksklusif. Hanya orang-orang Eropa tertentu memilikinya dan kemudian segelintir kaum berada dari kelompok etnis lainnya.
Dalam gambar terlihat tukang dagang dan dua orang kuli tengah mengangkat barang melalui pikulan. Para pedagang dan pekerja ini tidak menggunakan baju dan hanya mengenakan celana sebatas lutut. Mereka juga tidak menggunakan sandal apalagi sepatu.
Memang hidup zaman penjajahan sangat sukar, seperti juga yang dialami sebagian besar rakyat sekarang ini. Meskipun Indonesia telah mengenyam kemerdekaan lebih dari setengah abad lalu. Padahal, mensitir ucapan Bung Karno: "Kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju kemakmuran." Belanda sendiri mengakui bahwa Hindia Belanda negeri jajahannya sangat makmur. Sehingga Koes Ploes meminjam kata-kata penjajah: "Tongkat kayu dan batu jadi tanaman." Dalam gambar terlihat Menara Syahbandar yang dibangun 1839. Di sini terdapat kubu pertahanan sebagai ''pintu masuk kota dari arah laut''.
Di atas menara berkibar bendera 'merah - putih - biru'. Pada pertengahan abad ke-18 seluruh kawasan sekitar menara Syahbandar yang ditinggali para elit Belanda dan Eropa jadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling Batavia bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang berpindah ke wilayah selatan.
Pelabuhan Sunda Kelapa sekarang dapat menjanjikan kesan tentang pelabuhan yang sama pada abad ke-16 dengan ratusan kapal-kapal phinisinya. Namun pelabuhan Sunda Kelapa yang asli terletak kurang lebih 700 meter ke sebelah selatan.
(Alwi Shahab)
Saturday, October 21, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment