Friday, July 22, 2005

Viosveld dan Pemain Bola Belanda

Lapangan Persija di Menteng, Jakarta Pusat akan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai paru-paru kota. Kini, Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota DKI Jakarta, telah siap untuk membangun RTH di eks lapangan sepakbola milik Persija yang luasnya 3,4 hektare. Di RTH ini juga akan dibangun sarana olahraga, rekreasi, dan kafe-kafe.

Lapangan ini mungkin salah satu di antara lapangan sepakbola tertua di Jakarta. Dibangun pada 1920'an oleh Voetbalbond Indische Omstreken Sport (VIOS). VIOS adalah nama klub sepakbola Belanda di Batavia, hingga lapangan ini pada masa penjajahan Belanda dinamakan Viosveld atau lapangan Vios. Dibangunnya lapangan ini saat banyak berdatangan warga Belanda ke Indonesia disertai keluarga. Di Indonesia, orang Belanda baik indo maupun totok, dikenal gila bola. Sejak abad ke-19 bangsa Indonesia sudah mengenal sepakbola. Pramudya Ananta Toer dalam buku 'Bumi Manusia' menceritakan kisah para pelajar HBS (semacam SMA sekarang) di Surabaya saat memperingati pelantikan Ratu Wilhelmina (nenek Ratu Beatrix sekarang ini), pada 6 September 1898 dengan pertandingan sepakbola.

Keberadaan lapangan VIOS kala itu adalah salah satu tempat konpetisi antarklub-klub di Jakarta. Karena kesebelasan UMS memiliki stadion di Petak Sinkian, Jakarta Barat. Chunghua di kawasan yang sama Taman Sari, Hercules di Deca Park (Monas), BVC memiliki lapangan di selatan Monas, dan Persija kala itu memiliki Lapangan di VIJ, Petojo. Jadi lapangan VIOS, kala itu merupakan salah satu dari banyaknya lapangan di Jakarta yang dimiliki oleh perkumpulan sepakbola di Jakarta. Seperti juga kesebelasan-kesebelasan di Liga Eropa. Seperti Stadion Della Alpi di Kota Turin, milik Juventus. Stadion Stamford Bridge di Loncdon milik Chelsea. Stadion Highbury milik Arsenal di London, Old Trafford, stadion milik MU di Manchester, dan Guisepe Meazza, stadion milik Inter Milan di Kota Milan.

Kembali pada sepakbola di Hindia Belanda (sebutan Indonesia kala itu), orang-orang Belanda di Indonesia pada tahun 1918 membentuk Nederlandsch Indcie Voetbal Bond (NIVB) yang membawahi bond-bond yang para pemainnya didominasi warga Belanda. Anggota-anggotanya dilarang bermain dengan perkumpulan sepakbola Inlander. Perkataan inlander merupakan penghinaan, sangat menyakitkan bangsa Indonesia. Sebagai rasa nasionalis di bidang olahraga (sepakbola), pada 1928 bertepatan dengan tahun Sumpah Pemuda, berdiri Voetballbond Indonesia Jakarta (VIJ). VIJ pada 1950 menjadi Persija.

Sekalipun melakukan rasialis bidang olahraga, sejumlah pemain Belanda mendapat simpati bangsa Indonesia akibat ketangguhannya bermain sepakbola. Seperti Denkelaar, Van der Poel, van Leeuwant, dan bekas kiper Belanda, Backhuys yang gawangnya sulit ditembus lawan. Pemain pribumi yang terkenal Mad Dongker, Abidin, Sumo, dan Tan Hwa Kiat (ayah pemain bola Tan Liong Houw/Tanoto). Tidak heran pada tahun 1938, sebagai kontingen Hindia Belanda ikut dalam kejuaraan World Cup di Prancis. Beberapa istilah bola yang berasal dari Indo Belanda adalah dribel (menggiring bola), treinen (latihan), passen (12 pas - penalti), oomhal (omhal), kop (sundul), voorzedght (porset), doorgebraakt (dobrak), centervoor (sentenpur, penyerang tengah, striker), competitie (kompetisi), pauze (pause, istirahat).

Kembali kepada upaya Pemda DKI Jakarta untuk menjadikan Stadion Menteng sebagai RTH, dikabarkan bahwa pengurus Persija yang sejak 1960 bermarkas di stadion tersebut tak setuju dengan rencana itu. Mereka menilai rencana didirikan arena olahraga hanya sementara. Karena tujuan akhir mendirikan mal di area bekas stadion. Yang tentu saja dibantah pihak Dinas Pertamanan dan Keindahan Pemprov DKI Jakarta.

Setidak-tidaknya alasan penolakan ini karena jauh sebelum masa krisis ekonomi, banyak pihak yang bernafsu ingin membangun proyek di lapangan Persija ini. Bahkan Indra Rukmanan, suami Mbak Tutut dan menantu Presiden Soeharto, pada 1997 berniat untuk membangun apartemen di sini. Bahkan, ia telah mempersiapkan perusahaan yang akan membangun stadion tersebut: PT Menteng Mitra Sarana. Setelah Pak Harto lengser, tidak terdengar lagi upaya Indra Rukmanan untuk membangun apartemen di stadion ini.

Yang jelas kala itu banyak yang menolak dibangunnya apartemen di lapangan Persija Menteng. Alasannya, sarana olahraga justru makin berkurang di Jakarta. Mestinya stadion ini diperluas, jangan malah dibuat apartemen, pendapat sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta kala itu. Pemprov DKI mengatakan, menyusul akan dialihfungsikan stadion Menteng, akan segera mengelola Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan dari tangan Bakrie Group. Pemprov DKI Jakarta selama ini memberikan subsidi miliaran rupiah per tahun untuk pembinaan olahraga di Jakarta termasuk sepakbola. Gubernur Sutiyoso bertekad ingin menjadikan Jakarta sebagai kota yang 'hijau royo-royo berkicau'.


(Alwi Shahab, Wartawan Republika. 12 Mar 2005 )

No comments: