Hari ini (24/4), para delegasi KTT Asia-Afrika 2005 selama enam jam berkunjung ke Bandung. Delegasi yang terdiri dari 58 kepala negara akan mengunjungi Gedung Merdeka tempat berlangsungnya KTT AA 50 tahun lalu.
Semangat Bandung yang diikrarkan 22 negara dari gedung ini menyebabkan hampir 100 negara di kedua benua kini telah merdeka. Kecuali, Negara Palestina yang kemerdekaannya kini tengah diperjuangkan oleh bangsa-bangsa AA, yang menjadi sekitar 2/3 penduduk dunia.
Bandung yang dipilih sebagai tempat KAA 1955 kala itu mendapat julukan sebagai kota kembang. Sedangkan pada masa kolonial, Belanda menjulukinya sebagai Parijs van Java -- Parisnya Jawa. Belanda sejak abad ke-19 ingin memperlihatkan daerah-daerah yang mereka taklukkan dan kuasai pada para pelancong di Eropa. Misalnya di Jawa, selain Bandung, mereka gunakan istilah Switzerland van Java untuk Garut, Venetie van Java untuk Batavia, dan Brava van Java untuk Semarang. Semuanya merupakan nama-nama tempat hiburan terkenal di Eropa.
Seperti di Bandung, mereka membangun hotel-hotel dan tempat hiburan untuk warga Eropa. Seperti gedung Merdeka di Jl Asia Afrika, dulu merupakan Societet Concordia yang dibangun 126 tahun lalu (1879) oleh arsitektur terkenal Belanda, Prof Ir CP Wolf Schoemaker. Di Batavia juga terdapat gedung hiburan Concordia, yang kini jadi bagian sayap kiri Departemen Keuangan di Lapangan Banteng.
Concordia kala itu merupakan tempat berkumpul dan bersenang-senang sekelompok warga Belanda tertentu. Di gedung ini, dengan membawa pasangan masing-masing, mereka berdansa sambil menikmati hiburan musik dan berbagai pertunjukan.
Hanya opsir berpangkat letnan II ke atas serta segelintir golongan menak yang boleh memasuki gedung itu. Pada zaman Jepang (1942-1945), gedung Concordia Bandung juga digunakan untuk tempat pertemuan perwira Jepang. Namanya dirubah menjadi Dai Toa.
Menjelang KTT AA 1955, Concordia kebangsaan kota Bandung tempo doeloe disulap menjadi tempat sidang. Namanya diganti menjadi Gedung Merdeka. Gedung Dana Pensiun dipoles menjadi gedung Dwi Warna. Hotel-hotel terkenal seperti Homann, Preanger, Astoria, Orient, tampak berwajah cerah setelah dipoles. Bungalow-bungalow di sepanjang jalan Lembang dan Ckiumbuleit serta Masjid Agung Bandung dipersiapkan untuk menyambut tamu.
Akomodasi untuk 1500 tamu peserta disiapkan di 14 hotel besar dan kecil. Jumlah itu masih harus ditambah lagi dengan 500 wartawan yang berdatangan dari berbagai negara. Sementara para ketua delegasi terdiri dari kepala negara, PM atau menteri lainnya tinggal di bungalow yang berhawa sejuk dan nyaman. Hotel termewah kala itu, Homann, Astoria, dan Preanger, disediakan untuk staf delegasi yang akan lebih banyak membutuhkan fasilitas administrasi. Para wartawan ditempatkan di Hotel Islam Swarha dekat tempat sidang.
Hubungan Jakarta-Bandung meliputi berbagai aspeknya ditingkatkan. Lapangan terbang Kemayoran, stasion KA, jalan raya, telpon, telegram ditingkatkan sesuai kebutuhan internasional. Kurang lebih 200 kendaraan disiapkan. Terdiri 140 mobil sedan, 30 taksi, dan 20 bus dengan 230 sopir. Bensin disuplai perusahaan minyak Stanvac 30 ton per hari.
Para tamu asing selama KTT menikmati makanan Indonesia. Seperti soto, sate, dan gado-gado. Tersedia juga makanan kecil seperti klepon, pukis, lemper, pastel, kue lapis dan tak ketinggalan makanan khas Bandung: kripik oncom yang renyah. Masalah makanan ini sepenuhnya gagasan Bung Karno yang wanti-wanti agar menonjolkan identitas nasional, termasuk soal pengisi perut.
Gedung Merdeka tempat sidang diselesaikan tepat pada waktunya. Meskipun pada hari pertama sempat bocor yang menimbulkan panik besar, tapi cepat dapat diatasi. Hingga kebocoran itu tidak pernah diketahui tamu-tamu asing. Salah satu persiapan yang sulit adalah penyediaan tenaga penerjemah. Penterjemah Inggris dan Prancis, dua bahasa yang banyak digunakan negara-negara AA, tidak mudah mendapatkannya. Mereka terpaksa didatangkan dari luar negeri.
Di Jakarta kegiatan di pusatkan di Bandara Kemayoran. Ketika para peserta delegasi tiba banyak penduduk Jakarta mengelu-ngelukan mereka. Perhatian besar ditujukan pada PM Chou En Lai, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, PM India Nehru yang datang bersama putrinya, Indira Gandhi. Nasser yang tinggi besar dan murah senyum, merupakan salah satu kepala negara yang paling banyak mendapat perhatian. Ketika itu, Nasser baru setahun jadi presiden. Ia menggulingkan Jenderal Mohamad Naguib. Naguib dan Nasser pada 23 Juli 1952 menurunkan Raja Farouk, seorang playboy berbadan tambun. Pada 1954, Nasser dengan dukungan para perwira muda menggulingkan atasannya itu.
Sejumlah delegasi khususnya Pakistan dan Srilanka mempersoalkan kehadiran Cina di KTT. Pro dan kontra komunis pun merebak. Tidak heran jika pidato Chou di KTT sangat dinanti-nantikan. Ia menyatakan kehadirannya di Bandung untuk mencari persatuan, bukan perbedaan. Ia juga menyatakan kebebasan beragama adalah satu prinsip yang diakui dunia modern. ''Sekalipun saya seorang atheis tapi menghormati mereka yang beragama,'' katanya.
Menjelang KTT pada 11 April 1955 terjadi musibah. Pesawat Kashmir Prince milik Air India yang dicarter RRC dan membawa sebagian delegasi negara peserta jatuh di perairan Natuna. Siaran Radio Peking (kini Beijing) menuduh AS dan Koumintang (Taiwan) sengaja telah mengusahakan kecelakaan itu untuk membunuh PM Chou. Sedang PM Nehru menyatakan curiga terhadap kecelakaan pesawat milik negaranya. Masalah Hospitality Committee juga merupakan berita tersendiri, terutama dilansir suratkabar oposisi. Konon, untuk para delegasi disediakan cewek-cewek geulis.
(Alwi Shahab. 24 Apr 2005 )
Friday, July 22, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment