Seorang pemenang mampu menangkap peluang, berprestasi, berani bersaing, bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah. H Wahyu Saidi, (42 tahun), dengan bangga menyatakan bahwa mungkin dialah satu-satunya insinyur lulusan ITB yang kini berprofesi sebagai tukang bakmi. Pria kelahiran Palembang 24 Oktober 1962 lulusan Teknik Sipil ITB (1987) dan S2 Teknik Industri ITB (1991), memang patut berbangga. Karena sebagai dikemukakannya sendiri, 'Bakmi Langgara' dan 'Bakmi Tebet' yang didirikan dan dikembangkannya sejak tiga tahun silam, kini punya cabang di hampir seluruh tempat di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Bahkan jangkauannya sudah meluas hingga ke Cilegon, Bandung, dan Yogyakarta. Lulusan Doktor Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (2000) itu mengungkapkan, Bakmi Langgara-nya sudah mempunyai 38 cabang dan Bakmi Tebet 47 cabang.
Sementara minat para pengusaha untuk bergabung dalam sistem waralaba yang dikembangkannya untuk kedua merek dagang itu masih cukup besar. ''Masih banyak calon mitra bisnis dan calon investor yang sudah menunggu untuk membuka cabang Bakmi Langgara maupun Bakmi Tebet,'' kata H Wahyu Saidi, dalam seminar entrepreneurship bertajuk ''Berani Memulai Bisnis'' yang diadakan oleh Kelompok Studi Ekonomi Islam Universitas Negeri Jakarta dan Harian Umum Republika, pekan silam di Kampus Universitas Negeri Jakarta. Rupanya sukses yang diraih sebagai ''Tukang bakmi'' (predikat yang selalu dibanggakannya), menyedot cukup banyak pengunjung dalam acara yang diteruskan dengan tanya jawab. Bukan saja dari kalangan mahasiswa, tapi lebih banyak lagi para usahawan yang tertarik dengan bidang usaha ini. Tidak kurang sekitar lima ratus orang hadir hingga panitia harus berulang kali menambah kursi.
Padahal, sebagai insinyur yang pernah menangani sejumlah proyek jalan tol di Jakarta dan sekitarnya, dia mengaku tidak pernah bermimpi untuk menjadi tukang bakmi. Lalu dia menceritakan saat-saat kehidupannya suram ketika tidak lagi bekerja di proyek jalan tol yang ditangani oleh Mbak Tutut, putri sulung Pak Harto. Hal itu terjadi ketika krisis moneter melanda negeri ini, dan rezim Soeharto tumbang. ''Kalau waktu itu ada yang mau menerima saya bekerja kembali sesuai dengan pendidikan saya, mungkin saya tidak menjadi tukang bakmi seperti sekarang,'' ujarnya dalam seminar yang dipandu Irwan Kelana, dari Republika.
Dia pun kemudian bercerita panjang lebar saat-saat dia akan memulai bisnis sebagai tukang bakmi. Lalu dia kemudian menceritakan kiat suksesnya. Misalnya, pantang menyerah, berani bersaing, berani berbeda, dan berani memulai. Lalu ia mempertanyakan mengapa ia memilih bisnis bakmi. Yang kemudian dijawabnya sendiri karena bakmi merupakan makanan populer. Di samping alternatif makanan pokok, dapat dinikmati setiap waktu, dikudap oleh semua umur dan hanya ada satu brand kuat kala itu, yakni Bakmi GM. Mengenai yang terakhir ini, menurutnya, cakupannya terbatas dan sasarannya menengah ke atas.
Mengenai lokasi, perlu berada di dekat keramaian, parkir cukup, persimpangan, pasar dan pertokoan, pasar, sekolah dan tempat ibadah, di kiri jalan pulang. Tapi, seperti dipaparkannya sendiri, sukses yang diraihnya ini tidak lepas dari kerja keras yang telah ditekuninya sejak masih menjadi mahasiswa teknik sipil ITB. ''Saya pernah berjualan durian di tepi jalan Setiabudi Bandung,'' kata mantan ketua Himpunan Mahasiswa Sipil ITB. Sebagai mahasiswa dari keluarga yang bukan kaya raya, untuk menambah uang kuliahnya ia juga pernah berjualan kambing di Geger Kalong Bandung saat Idul Adha.
Dalam hidup ini, kata Wahyu, harus berani menangkap peluang. Dalam hidup ini, katanya, ada sang pemenang. Ciri umumnya mampu menangkap peluang. Berprestasi, berani bersaing, bertanggung jawab dan tidak mudah menyerah. Sedangkan sang pecundang ciri umumnya memelihara kambing hitam, mengeluh, gelisah, melihat dunia selalu kelam, pesimis. Ada juga yang menyerah, dengan ciri utamanya tidak punya keinginan untuk maju. Dan salah satu kiat yang disampaikan kepada hadirin yang selama dua setengah jam mencecer dengan sejumlah pertanyaan adalah jangan pernah takut untuk bersaing. ''Coca Cola menjadi besar karena ada saingan Pepsi Cola,'' kata lelaki yang pernah menekuni agribisnis dan membuka restoran ikan patin.
Berani bermimpi
Pentingnya jiwa kewirausahaan juga ditekankan oleh Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr Thamrin Abdullah. Menurutnya, seorang enterpreneur itu harus mempunyai sejumlah ciri, antara lain suka menciptakan visi baru, percaya diri, ulet, sabar, tegas dan terbuka. Selain itu, berani menanggung risiko, agresif, memperhatikan peningkatan kesejahteraan, dan memberikan penghargaan kepada karyawan teladan.
Banyak orang yang ingin berbisnis, namun mereka tidak berani untuk memulai. Untuk itu, Prof Thamrin memberikan tips. ''Untuk memulai bisnis, ada tiga hal pokok yang perlu dimiliki, yaitu mimpi, kerja keras, dan pengetahuan,'' tandasnya pada seminar yang sama. Mimpi, Thamrin menyebutnya ''visi'', sangat penting bagi seseorang yang ingin berbisnis. ''Orang yang tidak pernah bermimpi, tidak akan pernah mengalami mimpi jadi kenyataan. Hanya orang yang pernah bermimpi yang dapat menilai bahwa kenyataan lebih indah dari mimpi,'' tuturnya.
Ditambahkannya, hanya orang yang bermimpi yang dapat merasakan mimpi menjadi kenyataan. ''Mimpi dapat menjadi kenyataan manakala orang itu mau bekerja keras dan berilmu, serta berpikir positif,'' papar Thamrin. Dia memberikan empat kunci sukses. ''Pertama, Anda harus menanamkan kepercayaan bahwa hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, berarti Anda sudah melaksanakan pemasaran,'' ujarnya.
Kedua, berikanlah kepuasan pada pelanggan. Ketiga, berikan kepuasan kepada karyawan. Terakhir, pertahankan mutu atau standar mutu, inovasi, dan manajemen. ''Bila semua itu dilakukan, insya Allah Anda akan menjadi pebisnis yang sukses. Namun, langkah awal untuk mencapai semua itu adalah berani memulai bisnis,'' tandas Thamrin Abdullah.
(alwi shahab. 14 Feb 2005 )
Friday, July 22, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment