Friday, July 22, 2005

Gong Xi Fa Cai

Hari Rabu 9 Februari 2005 bertepatan 1 Chia Gwee 2005 merupakan tahun baru Imlek. Gong Xi Fa Chai yang artinya kira-kira: ''Semoga Makmur Selalu'. Imlek tahun ini jatuh pada shio ayam. Bagi masyarakat Tionghoa punya arti penting untuk melihat nasib, jodoh, dan rezeki. Ayam diartikan sebagai binatang yang jinak kalau dielus-elus.

Karenanya harus hati-hati dalam mencari rezeki agar tidak mabur seperti ayam, apalagi sampai ke patok. Karena itu, berusaha di tahun ayam harus punya kesabaran tinggi. Di hari Imlek si Mamat mengucapkan selamat tahun baru kepada tauwkee (majikan) tempat ia bekerja di Manggabesar Glodok. Kita idup kan kudu saling hormat menghormati dan harga menghargai, pikirnya.

Menjelang Imlek rumah warga Tionghoa dibersihkan. Lantai dipel dan disikat, sedang dinding dikapur. Karena perayaan Imlek yang di daratan Cina bersamaan dengan musim semi, untuk mengingatkan perjalanan Zhao Jun atawa Dewa Dapur kelangit melapor pada Siang Tee tentang kelakuran orang-orang seisi rumah yang dicatat komplit ia orang punya perbuatan. Sedangkan di klenteng semua 'orang suci' meninggalkan posisinya untuk melaporkan suka duka di rayon mereka kepada Thi Kong. Sebagai perpisahan kepada 'orang suci' ini disiapkan sajian yang melimpah dan lezat-lezat. Tentu saja kemudian hidangan ini dimakan oleh keluarga yang menghidangkannya.

Sejak kedatangan para imigran dari Tionghoa ke Nusantara, niam gao atau kue keranjang, atawa kue Cina kata orang Betawi. Kue yang terbuat dari ketan, bewarna coklat muda dan manis rasanya, dimaksudkan agar para 'pelapor' yang sudah memakannya bisa mengeluarkan kata-kata manis kepada memberikan laporan ke langit. Bahkan ada yang mengoleskan madu sekeliling mulut dari gambar 'Dewa Dapur'. Dengan harapan agar laporan yang keluar dari mulut itu yang manis-manis dan menyenangkan.

Bagi orang Tionghoa, pada tahun baru Imlek diharapkan hujan turun selebat mungkin. Datangnya hujan diumpamakan seperti rezeki ngocor dari langit. Tapi, ketika Imlek 2002 saat hujan lebat dan banjir, banyak orang Tionghoa yang mengeluh karena terpaksa harus ngungsi dan menderita. Sedangkan menurut kepercayaan, di samping semakin banyak air tercurah dari langit, semakin bersih tercuci keburukan-keburukan yang lalu. Ada semacam pantangan yang juga kudu dipegang teguh. Di hari Imlek rumah tak boleh disapu. Dikhawatirkan bisa-bisa rezeki turut hilang. 'Rezeki' yang ditampung oleh rumah dan kebun yang baru dibersihkan dan disiram hujan, harus dibiarkan meresap.

Saat Imlek orang Tionghoa pergi ke Liong Bouw (kuburan) atawa ke perabuan. Sampai awal 1960'an, di Jakarta banyak sekali terdapat kuburan Tionghoa yang disebut 'sentiong'. Tidak heran di Jakarta ada Kampung Sentiong, di dekat Salemba, yang dulunya tempat pemakaman Cina yang luasnya puluhan hektar. Kini disulap jadi perumahan.

Menurut adat istiadat warga Tionghoa, hormat kepada orang tua atawa leluhur sesuatu kemustian. Sebagai pertanda anak yang puthau (berbakti). Sebaliknya anak yang tidak berbakti dan tidak mau mempedulikan ia punya orang tua atau leluhur merupakan anak yang u-hauw atawa doraka. Anak semacam ini harus dijauhkan karena dianggap tidak membalas budi orang tua.

Imlek di tempo doeloe (sampai 1950'an), terasa kurang afdol bila tidak disertai tanjidor, rombongan pemusik 5 - 8 orang, ngamen dari rumah ke rumah selama 15 hari. Sampai hari Cap Go Meh (malam ke-15 tahun baru Imlek). Cap Go Meh merupakan pesta penutup dari perayaan Imlek yang dirayakan dengan penuh kagumbiraan. Pesta semalam suntuk mulai dari malam pertama di Glodok, menyusul Senen, Tanah Abang, Palmerah, dan terakhir di Jatinegara, juga diikuti oleh warga Betawi. Banyak para tauw kee, babah, engko, dan pemilik toko, yang ngibing meliuk-liukkan badannya diiringi orkes Gambang Kromong. Ngibing dengan para wanita penghibur yang saat menerima saweran diselipkan di BH-nya. Pada acara seperti karnaval di Amerika Latin ini tidak sedikit yang 'teler' dan 'ambruk' karena kebanyakan nenggak minuman yang diharamkan. Sementara barongsai yang panjangnya sampai ratusan meter berlompatan di tengah-tengah penonton yang memagarinya.

Imlek terasa cemplang atawa hambar kalau tidak ada jeruk kuning yang melambangkan umur panjang. Di samping kue Cine tidak boleh ketinggalan kue apem - yang menjadi sumber pengharepan. Kue apem dibagian depannya diberi warna merah. Meskipun bagian dalamnya rada dekil karena berisi kacang ijo yang digerus.

Di samping pergi ke liong bouw (perabuan), warga Tionghoa saat Imlek banyak yang pergi ke klenteng. Di kawasan Jakarta Kota yang disebut China Town terdapat tidak kurang dari 20 klenteng. Yang paling ramai adalah Xuan Can Gong atawa Wihara Dharma Bhakti di Jl Petak Sembilan, sedikit di pedalaman Glodok. Klenteng yang dibangun pada 1650 masih tampak berdiri kokoh, seperti kokohnya orang Tionghoa yang berdiri kuat di Indonesia. Sekitar tahun tersebut, letnan (pembantu Kapiten Cina), mendirikan klenteng (bahasa Cina yinting) untuk menghormati Guan Yin. Itu dewi belas asih yang dikenal dengan nama Kwam Im. Semoga Imlek tahun ini membawa kesejahteraan bagi siahwee (masyarakat), dan Gong Xi Fa Chai, kata si Apiang kepada si Akew saat mengucapkan selamat Imlek.

(Alwi Shahab, wartawan Republika. 5 Feb 2005 )

No comments: