Orang Jakarta ternyata memiliki selera humor tinggi. Bahkan, bagi warga Betawi, humor seakan merupakan bagian dari hidup mereka. Mungkin karena kehidupan yang sulit, mereka mengalihkan kepedihan hidup itu melalui humor.
Kualitas humor orang Betawi bisa dibilang cukup berbobot. Seperti ketika Amerika Serikat (Presiden Kennedy) dan Uni Soviet (PM Kruschev) tengah bersaing untuk saling mendahului mengirimkan manusia ke ruang angkasa, maka muncullah nama planet untuk tempat pelacuran di Senen, Jakarta Pusat, yakni Planet Sene.
Sekalipun Planet Senen sudah dibongkar sejak masa Ali Sadikin menjadi gubernur DKI Jakarta, tapi tempat yang terletak di sepanjang stasion Senen itu tetap dikenal hingga saat ini. Pada akhir 1980-an, ketika terjadi perang antara Inggris dan Argentina memperebutkan pulau Malvinas, tempat pelacuran di Bekasi dinamakan Malvinas.
Ketika pada 15 Agustus 1945 Jepang takluk pada sekutu setelah negerinya di bom atom, maka di Jakarta pun ada Pasar Atom. Letaknya di Nordwijk, yang kini menjadi Jl Juanda, Jakarta Pusat. Keberadaan Pasar Atom hanya sekitar dua tahun. Saat itu di pinggir kali Ciliwung, ratusan pedagang menggelar dagangan mereka dari Hamoni sampai ke Pintu Air, Pasar Baru.
Para pembeli di Pasar Atom sebagian besar anggota NICA (Netherlands Indies Civil Administration), yang datang sejak akhir September 1945, setelah proklamasi kemerdekaan, membonceng tentara sekutu. Di antara tentara sekutu terdapat tentara Inggris dari kesatuan Baret Merah, yang terkenal kelihaiannya dalam bertempur.
Di dalam tentara sekutu juga terdapat pasukan India yang kala itu masih bersatu dengan Pakistan dan Bangladesh. Di antara tentara India ini terdapat 'muslimin' sebutan rakyat untuk tentara yang beragama Islam. Mereka sangat akrab dengan penduduk, seringkali mendatangi kampung, dan shalat berjamaah. Bahkan pasukan sekutu dari India yang beragama Islam itu sering memberikan makanan dan barang kepada penduduk. Ada di antara mereka yang kawin dengan penduduk setempat, dan kemudian masuk TNI.
Pasar Atom, yang mirip dengan komplek pedagang kaki lima, pembelinya juga kelompok-kelompok yang punya hubungan dekat dengan NICA. Mereka tidak berani membeli barang di pasar-pasar yang berada di kampung-kampung. Maklum waktu itu, kalau ada tentara NICA atau mereka yang bersimpati masuk kampung, pulang bisa 'tinggal nama'.
Tentara NICA sendiri kala itu sering menembak mati penduduk yang dicurigai, seperti layaknya pasukan AS dan sekutu di Irak. Seperti diceritakan Ali Shatri (86 tahun), saat berdagang di Pasar Atom ia membeli barang loakan dari Pasar Asem Reges (Sawah Besar), Jakarta Barat. Umumnya merupakan barang 'gedoran'. Setelah proklamasi kemerdekaan banyak warga Belanda yang kediamannya digedor penduduk, hingga dinamakan pula 'zaman gedor-gedoran'.
Tapi, pada tahun 1947, ketika NICA sudah berkuasa di Jakarta, termasuk menangkap walikota Soewiryo, Pasar Atom pun digusur. Para pedagang tidak boleh lagi berjualan dan tenda-tenda dagangannya dibongkar. Beberapa di antaranya ditampung di bagian belakang Pasar Baru.
Sejumlah pedagang menceritakan, kala itu dia menjual rokok buatan Inggris yang banyak didapat dari pasukan Inggris, seperti Player, Capstan, dan Lion. Rokok-rokok buatan Inggris itu dikemas dalam kaleng berisi 50 batang, dan 10 batang yang terbungkus dalam semacam kardus.
Pada masa NICA, untuk menarik hati penduduk, mereka secara rutin memberikan sembako kepada rakyat. Kepada warga yang berpenghasilan tinggi (berdasarkan pembayaran pajak), mereka mendapatkan jatah roti tiga hari sekali secara gratis termasuk keju dan mentega. Sedangkan mereka yang berpenghasilan rendah, mendapatkan jatah beras disamping sardencis dan minyak. Untuk mengambil jatah tersebut diberikan kupon. Karena warnanya kuning, orang menyebutnya 'kartu kuning'.
Rupanya NICA yakin ia akan terus dapat menjajah bumi Nusantara. Buktinya, pada 30 Agustus 1948 Belanda membangun Kebayoran Baru. Untuk membangun kota satelit ini, Belanda menggusur ribuan kediaman warga Betawi seluas 730 hektar. Kampung Betawi yang banyak menghasilkan buah-buahan, persawahan, kala itu terdiri dari kampung-kampung Grogol Udik, Pela Petogogan, Gandaria Noord (Utara) dan Senayan. Sebelum membangun Kebayoran Baru, rencananya ditempat itu Belanda akan membangun bandar udara.
Ketika digusur bukan saja rumah dan bangunan yang dapat ganti rugi. Tapi juga buah-buahan. Dikabarkan lebih dari 700 ribu pohon ditebang dan 26 macam buah-buahan. Sekitar 2000 rumah, bangunan, kios dan kandang ternak (penduduk banyak beternak sapi disamping petani buah-buahan) digusur. Daerah yang tergusur kala itu penduduknya banyak penjual ketupat sayur yang berdagang keliling di berbagai tempat di Jakarta.
Di Kebayoran Baru didirikan sebuah yayasan yang bernama Centrale Stichting Wederopbours (CSW). Kalau kita ke Kebayoran, kondektur bus akan mengerti bila kita menyebut CSW. Tempat itu kini bernama Jalan Sisimangaraja (Kejaksaan Agung) -- tempat yang kini menjadi sangat 'angker' bagi koruptor yang menjadi pencoleng uang negara. Semoga saja para petugas di Kejaksaan Agung semakin berani dalam menindak mereka, sesuai dengan harapan rakyat.
(Alwi Shahab, 26 Jun 2005 )
Friday, July 22, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment