Friday, July 22, 2005

Mufti Betawi dari Pekojan

Mufti, menurut Ensiklopedi Islam (Departemen Agama RI) adalah orang yang mengeluarkan fatwa sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan umat sehubungan dengan hukum Islam. Sejak MUI berdiri (1975), fatwa-fatwa yang dihasilkan dan disebarluaskan kepada umat Islam di Indonesia adalah ijtihad para ulama di lembaga tersebut. Untuk itu MUI memiliki Komisi Fatwa.

Pada pertengahan abad ke-19, Jakarta memiliki seorang mufti. Mufti yang banyak dikenal masyarakat kala itu bernama Habib Usman Bin Abdullah Bin Yahya. Habib kelahiran Pekojan, Jakarta Barat, ini jadi mufti menggantikan Syekh Abdul Ghani. Ia diangkat jadi mufti setelah berkelana selama 22 tahun menimba ilmu di sekitar 13-14 negara dengan ulama-ulama ternama. Ia kembali ke Betawi pada 1279 H bulan Rabiul Awal.

Ulama kelahiran kampung Arab (Pekojan) Jakarta Barat ini kemudian menetap di Petamburan, Jakarta Pusat. Di sana Habib Usman telah mengarang dan menyusun kitab, terutama mengenai 'amalil yaum (amal amal harian) dan kitab-kitab yang berisi hal-hal yang mungkar, musyrik, syirik dan hal-hal yang bertentangan dengan akidah /ahlus sunnah wal jamaah.

Sebagai seorang mufti, Habib Usman sangat produktif menulis kitab-kitab yang menyangkut berbagai masalah agama. Menurut salah seorang cicitnya, MA Alaydrus (73), ia menulis tidak kurang dari 116 kitab, baik tebal maupun tipis. Kitabnya dalam huruf 'Arab gundul' masih dapat kita saksikan di Gedung Arsip Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Sifat Doe Poeloeh dan Irsyadul Anam adalah dua diantara sekian banyak kitab karangannya yang masih menjadi bacaan di majelis-majelis taklim tradisional.

Ayah Habib Usman adalah Habib Abdullah bin Agil bin Yahya, menantu seorang ulama Mesir yang bermukim di Pekojan, Syekh Abdurahman bin Ahmad Al-Misri. Ulama asal Mesir ini memiliki dua puteri, Aminah yang menikah dengan ayah Habib Usman, dan Fatmah yang menikah dengan Habib Muhammad Bahahsan. Ketika Habib Usman berusia 3 tahun, ayahnya kembali ke Mekah. Ia diasuh dan belajar agama pada kakeknya, ulama Mesir.

Pada usia 18 tahun ia menyusul ayahnya ke Mekah dan belajar ilmu agama dari sejumlah ulama di tanah suci. Di antara gurunya adalah Sayid Ahmad Zaini Dahlan yang buku-bukunya hingga kini banyak diajarkan di berbagai pesantren. Tujuh tahun di Mekah, Habib Usman kemudian belajar ke Hadramaut. Di sini selama beberapa tahun ia belajar pada para ulama setempat. Kemudian ia kembali ke Mekah dan terus ke Medinah. Antara lain, ia menuntut ilmu pada Syekh Muhammad Al-Azab -- pengarang kitab Maulid Azab yang banyak di bacakan pada acara-acara maulid di Indonesia.

Sebabgai pemuda yang selalu haus akan ilmu, ia kemudian belajar ke Mesir dan sempat menikah dengan wanita negara piramida itu. Kemudian ke Tunisia. Di sini ia sering bertukar pikiran dengan Mufti Tunis. Dari Tunis ia menuntut ilmu pada ulama terkemuka Aljazair, yang kala itu jadi jajahan Prancis. Terus ke Maroko dan berbagai negara Magribi.

Di negara-negara Afrika Utara itu ia memperdalam ilmu syariah. Kemudian meneruskan perantauannya ke Siria menemui para ulama di negara tersebut, sebelum meneruskan perjalanannya ke Turki, yang masih berbentuk kesultanan. Terus ke Baitul Maqdis di Yerusalem, dan kembali ke Mekah. Pada 1279 H ia kembali ke Batavia setelah menimba ilmu selama 22 tahun. Ia diangkat sebagai mufti Betawi 1289 H.

Sebagai pengarang yang menerbitkan lebih dari 100 kitab, Habib Usman mendirikan sendiri percetakan, yang dikenal dengan percetakan batu, karena klise/negatifnya masih dibuat dengan batu. Hasil dari usaha percetakannya itu untuk hidupnya sehari-hari bersama keluarga. Di majelis taklimnya berdatangan masyarakat dari segala penjuru Jakarta dan sekitarnya, termasuk para ulama. Diantara muridnya adalah Habib Ali Alhabsyi, pendiri majelis taklim Kwitang yang hingga kini masih beraktivitas, diteruskan cucunya, Habib Abdurahman.

Mufti Betawi ini meninggal pada 21 Shafar (1913 M) dalam usia lebih dari 93 tahun. Sebelum meninggal ia berwasiat: jangan dimakamkan di pemakaman khusus (tersendiri). Ia meminta dimakamkan di pemakaman umum Karet, Tanah Abang. Pada masa gubernur Ali Sadikin, tahun 1970-an, TPU Karet dibongkar dan dijadikan ruko serta perguruan Islam. Habib Usman juga berpesan agar jangan diadakan haul khusus untuk dirinya, kecuali membacakan doa dan fatihah. Habib Usman sangat mencela kepercayaan tahayul, pemakaian jimat, dan segala sesuatu yang berbau mistik.

Sebagai mufti, banyak pihak yang mengkritik kedekatan Habib Usman dengan orientalis Belanda, Snouck Hurgronye. Mr Hamid Algadri dalam bukunya, Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunanm Arab, menulis bahwa kedekatannya dengan Snouck karena keyakinannya bahwa Snouck adalah seorang Muslim secara lahiriyah maupun batiniah. Ia tidak tahu bahwa Snouck hanya berpura-pura masuk Islam.

Snouk sendiri sempat mengawini wanita Muslimah sesuai dengan hukum-hukum Islam. Salah satu perkawinan itu, tulis Algadri, dengan Siti Saadiyah, putri wakil kepala penghulu. Tidak mungkin ia mengawinkan putrinya bila tidak yakin benar bahwa Snouk seorang Islam secara lahiriyah dan rohaniah. Dalam tipu dayanya dengan mengaku seorang Muslim, Snouck telah tinggal beberapa lama di Mekah, yang tidak boleh dimasuki oleh non-Muslim.


(Alwi Shahab. 8 Mei 2005 )

No comments: