Friday, July 22, 2005

Stasiun Beos dan Roh Jahat

Foto stasiun Beos (Jakarta Kota) diambil saat menjelang diresmikan pada 8 Oktober 1929 atau 76 tahun lalu. Tapi 56 tahun sebelum stasiun ini dibangun, jalan kereta api pertama di Pulau Jawa : dari Batavia ke Buitenzorg (Bogor) dimulai 1873. Untuk kemudian diikuti dari Jakarta ke Bandung, kemudian ke Yogyakarta (arah selaltan). Kemudian berkembang Jakarta - Cirebon - Semarang dan Surabaya. Juga Tanjung Priok menuju Merak, dan para penumpang yang ingin ke Sumatera disediakan kapal laut.

Nama Beos berasal dari kata BOS, singkatan dari Bataviasezhe Oosterspoorweg Maatschappij nama perusahaan kereta api di masa kolonial. Entah kenapa, kata BOS oleh lidah Betawi kemudian menjadi Beos hingga saat ini. Pada 1887 BOS sudah menambah jalur kereta api ke Bekasi, sepanjang sisi timur kota Batavia melalui Kemayoran, Pasar Senen dan Meester Cornelis (Jatinegara). Ketika stasion Beos mulai dibangun (1927-1928), ia merupakan stasion utama dengan 12 jalur.

Dalam gambar terlihat rel trem listrik, yang mulai beroperasi di Batavia pada tahun 1920'an. Sebelumnya, untuk lalu lintas kota muncul trem berkuda. Satu gerbong berisi 40 - 50 penumpang ditarik oleh empat ekor kuda dari Jatinegara - Jakarta Kota. Harian 'Java Bode' -- koran utama berbahasa Belanda kala itu -- melaporkan, beberapa kali terjadi kuda-kuda ada yang mati kelelahan. Yang juga memusingkan pihak geemente (balai kota) binatang ini membuat kotor jalan raya. Namanya juga binatang buang air besar dan kencing ditengah jalan. Untungnya 12 tahun kemudian (1881) di Batavia muncul trem uap dengan bahan bakar batubara sehingga asapnya sedikit menimbulkan polusi. Menjelang penggantian abad ke-19 ke abad 20 (1899), muncul trem listrik yang beroperasi hampir disegenap penjuru kota. Trem listrik tergusur awal 1960-an saat walikota Jakarta Sudiro. Bung Karno tidak setuju trem dipertahankan di Jakarta. Dia lebih setuju dengan kereta api bawah tanah (metro), yang hingga kini tidak kunjung dibangun.

Ketika stasiun Beos diresmikan diadakan selamatan untuk mengusir roh jahat, berupa dikuburnya dua kepala kerbau. Satu kepala kerbau dileletakkan dijalan masuk (di dasar jam dinding) dan lainnya di belakang stasion baru. Karena stasion Beos, pengganti stasion lama yang terletak di depan gedung balaikota lama (kini Museum Sejarah DKI Jakarta Jl Fatahillah). Selamatan untuk mengusir roh jahat dengan menanam kepala kerbau merupakan hal lazim ketika itu (mungkin masah ada sekarang). Kalau tidak -- menurut kepercayaan -- gedung atau jembatan yang dibangun minta tumbal berupa manusia yang akan jadi korbannya.

Stasion Beos yang pembangunannya memerlukan waktu satu tahun, diarsiteki Ir FJL Ghijsels, warga Belanda kelahiran Tulung Agunjg (Jatim) 1882. Arsitek lulusan Delf ini juga membangun berbagai gedung di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang dan Makassar. Yang hingga kini masih kita dapati, termasuk gedung Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur dan gedung Bappenas di Jl Surapati, Jakarta Pusat.

(Alwi Shahab, wartawan Republika, 18 Jun 2005 )

No comments: