Kali Besar di muara Ciliwung pada abad ke-17 dan 18 merupakan pusat jalur lalu lintas perdagangan yang ramai. Kapal-kapal dari mancanegara yang berdatangan di Sunda Kalapa melakukan bongkar muat di muara pelabuhan itu. Sementara dari daerah hulu berdatangan perahu-perahu yang membawa barang-barang kebutuhan pokok untuk masyarakat Batavia. Para pedagang dan pembeli saling berinteraksi tawar menawar tanpa menghadapi kesulitan berkomunikasi.
Saat ini Dinas Permuseuman dan Kebudayaan DKI Jakarta sedang ingin mengambalikan pamor Kali Besar, yang pada masda Belanda pernah dijuluki Koningen van het Oostenb (Ratu dari Timur), itu. Karena airnya jernih, orang Belanda meminum air Kali Besar. Dengan kanal-kanal yang mengelilingi kota, Batavia kala itu pernah dijuluki Venesia dari Timur.
Untuk mengembalikan pamor Kali Besar, Dinas Permuseuman dan Kebudayaan DKI telah telah membentuk Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pemetaan dan Pengembangan Kota Tua, yang diketuai oleh Candrian Attahiyat (51). Dalam dua bulan mendatang (Agustus 2008), proyek yang diperkirakan akan menelan biaya Rp 70 miliar itu diharapkan sudah akan selesai.
Kali Besar, yang terletak di kedua pinggir Sungai Ciliiwung, pada masa jayanya merupakan tempat banyak pabrik (kantor, bengkel dan gudang) -- perusahaan-perusahaan milik Belanda dan negara Barat lainnya. Sisa-sisanya, berupa gedung-gedung tua, masih dapat kita saksikan hingga kini.
Proyek tersebut akan mengubah wajah Kali Besar -- yang sekarang airnya kotor kehitam-hitaman, penuh sampah dan lumpur serta berbau -- menjadi jernih, dalam, dan airnya bisa diminum, seperti dulu dilakukan Belanda saat-saat baru menetap di sini. Dalamnya tidak tanggung-tanggung, sekitar satu setengah meter.
Di kedua tepi kali itu akan dibuat trap (tangga) agar masyarakat bisa menikmati sungai yang telah dijernihkan. ''Ini sekaligus untuk mengusir stres para wisatawan yang berkunjung ke kota tua setelah mereka menghadapi kemacetan lalu lintas,'' kata Candrian.
Dinas Pekerjaan Umum Tata Air DKI Jakarta sedang membuat pintu air di Asemka hingga ke Cafe Galangan Kapal VOC di Luar Batang, Pasar Ikan. Proyek sepanjang 1200 meter itu akan dimulai dari Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada, tidak jauh dari pusat perdagangan dan bisnis Glodok, Jakarta Kota.
Penataan dan pengembangan kota tua yang merupakan realisasi dari revitalisasi kota tua yang dimulai sejak tiga tahun lalu, luasnya meliputi 840 hektar, termasuk menyusuri kota tua yang seluas 840 ha.
Gedung Arsip Nasional, tempat dimulainya proyek Kali Besar, dulu merupakan gedung megah. Gedung ini dibangun sebagai rumah peristirahatan yang pada abad ke-18 lokasinya jauh di luar kota. Gedung yang terletak di tepi Ciliwung ini dibangun oleh Reinier de Klerk (1710-1780), ketika masih menjabat sebagai anggota Dewan Hindia.
Sedangkan akhir dari proyek Kali Besar di galangan kapal VOC Pasar Ikan, berhadapan dengan menara Syahbandar dan Museum Bahari yang dulu merupakan gudang rempah-rempah.
Dengan selesainya proyek kota tua itu diharapkan akan ada keramaian di tempat tersebut, baik siang maupun malam. Candrian memperkirakan, dengan adanya proyek Kali Besar, diharapkan wisatawan mancanegara akan banyak berdatangan. Karena Kali Besar yang sekarang merupakan pusat bisnis, sekaligus juga menjadi pusat wisata.
Dia menjamin, Kali Besar nantinya akan menjadi tempat yang menyenangkan, karena muara Sungai Ciliwung tidak akan kotor lagi seperti sekarang ini. ''Airnya akan jernih, debet air menjadi stabil dan dapat diminum, karena segala kotoran tidak akan ada yang masuk karena dibendung di sungai Asemka hingga ke galangan kapal VOC,'' katanya.
Sejauh ini, di kawasan Kali Besar hanya terdapat sebuah hotel berbintang lima. Nantinya diharapkan akan menyusul hotel, kafe dan tempat hiburan lain, karena masih banyak gedung tua yang dapat dimanfaatkan. Karenanya, diharapkan investor akan melirik tempat tersebut.
Untuk menjaga kebersihan, ada semacam larangan bagi pengunjung membuang sampah sembarangan. Limbah rumah tangga tak akan nyemplung ke kali, tapi masuk ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Sayangnya, Kali Besar tidak lagi dapat dilayari oleh perahu apalagi kapal. Karena, pada jarak 1.200 meter terdapat tiga buah jembatan permanen untuk kendaraan bermotor. Dulu, ketiga jembatan tersebut dapat dinaikkan ke atas bila perahu atau kapal hendak melewatinya.
Pada masa Belanda, Kali Besar di tepi muara Ciliwung oleh Belanda disebut de Groote Rivier. Di depan muara Ciliwung terdapat Kota Intan -- berasal dari nama benteng intan. Pada 400 tahun lalu terjadi perebutan antara Portugis, Belanda dan Inggris.
Pada masa awal pemerintahan Hindia Belanda, Kali Besar menjadi tempat para mevrouw (nyonya besar) kompeni serta para nyai Belanda, bergaun serba mewah dengan rok bertingkat seperti kurungan ayam, disertai budak-budaknya, berkereta mengelilingi kota yang kala itu hanya beberapa mil persegi luasnya. Mereka tinggal di Kali Besar Barat dan Timur serta di tepi-tepi kanal yang mengelingi kampung dan rumah kompeni.
Melalui perahu-perahu yang selalu siap di depan kediamannya, para meener (tuan) dan mevrouw saling mengunmjungi di antara mereka seperti layaknya mereka tinggal di Holland. Sayangnya, gedung-gedung yang dulu terpelihara dan bersih kini banyak yang kumuh. Diharapkan, dengan proyek penataan dan pengembangan kota tua, Kali Besar akan bersinar kembali.
(Alwi Shahab )
Friday, July 11, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment