Friday, July 11, 2008

Ciliwung, Rakit dan Pencuci

Pemandangan seperti terlihat dalam foto tahun 1940-an di tepi Sungai Ciliwung sudah tidak akan dijumpai lagi dewasa ini. Puluhan wanita tengah mencuci pakaian di tepi sungai Ciliwung di Molenvliet (kini Jl Hayam Wuruk dan Jl Gajah Mada), Jakarta Kota. Sampai 1950-an, Sungai Ciliwung, airnya masih cukup dalam dan jernih, sehingga digunakan untuk mandi, cuci, dan kakus. Banyak tukang cuci dan binatu yang memanfaatkan sungai Ciliwung untuk menerima cucian yang merupakan salah satu profesi para bapak dan ibu warga Betawi. Sehingga ada kampung di Jakarta bernama Petojo Binatu, karena banyaknya warga berprofesi tukang binatu. Bahkan kadangkala diantara yang mandi ada yang berbugil ria, sehingga pantas jadi tontonan bathing beauties.

Sekarang ini, Ciliwung dan 12 sungai yang terdapat di Jakarta sudah demikian kotor dan berubah menjadi got besar. Sungai Ciliwung yang melewati Molenvliet karena sudah tidak berfungsi lagi, pernah ada sejumlah insinyur mengusulkan ditutup dan ditimbun saja. Guna mengurangi kemacetan lalu lintas di Jl Hayam Wuruk dan Jl Gajah Mada. Padahal di zaman Belanda, Ciliwung masih jernih karena pemerintah kolonial melarang dan mengenakan denda terhadap orang yang membuang sampah di sungai-sungai. Karenanya tidak seperti sekarang, ketika itu orang tidak berani membuang sampah di sungai.

Pada masa awal VOC, Batavia -- nama Jakarta ketika itu -- pernah dijuluki Venesia dari Timur karena rumah dan gedung berdiri di tepi-tepi kanal atau terusan dari sedotan Ciliwung dan sungai-sungai lainnya yang membelah-belah Batavia. Di antara puluhan kanal yang masih tersisa adalah Kali Molenvliet yang diapit Jl Gajah Mada dan Hayam Wuruk seperti terlihat di foto. Sungai yang sekarang kotor dan banyak ditimbun sampah dulunya jalan air dilewati rakit-rakit bambu membawa barang-barang dari daerah pedalaman. Venesia adalah sebuah kota di Italia, yang banyak didatangi para wisatawan mancanegara. Kota Batavia seperti juga Venesia didirikan di tengah kanal-kanal, sehingga para wisatawan dengan menggunakan perahu saling berseliweran di depan kediaman penduduk.

Di samping tempat hajat orang banyak, Ciliwung tempo doeloe juga menjadi pusat hiburan rakyat. Seperti pesta pehcun yang dirayakan pada hari keseratus Imlek. Keramaian digelar dalam bentuk karnaval perahu yang diiringi ratusan perahu yang dihias dan dimeriahkan orkes gambang keromong. Pesta ini berjalan semalam suntuk diterangi oleh lampion warna-warni diiringi para cokek yang ngibing tidak kalah eksotiknya dengan penyanyi dangdut.

(Alwi Shahab, wartawan Republika )

No comments: