Inilah Benteng (poort) Amsterdam di Pasar Ikan, Jakarta Utara yang pernah menghiasi Ibu Kota selama lebih dari dua ratus tahun. Tapi sejak tahun 1950 telah dihancurkan karena dianggap mengganggu lalu lintas yang kala itu mulai banyak kendaraan bermotor di Jakarta.
Letak benteng atawa pintu gerbang Amsterdam dibangun di bagian selatan kastil Batavia yang berhadapan dengan pelabuhan Sunda Kalapa. Kastil termasuk kediaman gubernur jenderal dan staf, telah dihancurkan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811). Kemudian dia memindahkan Ibu Kota ke Weltevreden sekitar Gambir dan Lapangan Banteng. Tapi pintu gerbang yang letaknya di sebelah utara Stadhuis (kini Museum Sejarah DKI Jakarta) luput dari penghancuran.
Benteng yang terletak di dalam kota Batavia yang bertembok, pertama kali dibangun pada abad ke-17 dalam berbagai bentuk sebelum seperti yang terlihat di foto yang diabadikan akhir abad ke-19. Benteng Amsterdam direnovasi dengan gaya roboco pada masa gubernur jenderal keturunan Jedrman, Baron van Imhoff (1743-1750).
Pada tahun 1830-an atau 1840-an seperti terlihat dalam foto, di kedua sudut benteng Amsterdam terdapat patung Mars (dewa peperangan Romawi) dan Minerva (dewa seni Romawi) yang tengah memegang senjata tombak. Sedangkan di tengah terlihat pasukan pengawal Kota Batavia tengah berbaris untuk mengadakan penggantian penjagaan.
Di sebelah kanan terlihat jalan trem kuda yang membujur dari Nieuwpoort Straat (kini Jl Pintu Besar) ke Pasar Ikan yang kala itu banyak warga Belanda jadi penghuninya. Trem kuda beroperasi di Batavia mulai 10 April 1869 dan pada 1882 digantikan dengan trem uap dan Juli 1900 trem listrik yang kemudian dilenyapkan pada masa Bung Karno (1960).
Selama beroperasinya trem kuda sungguh malang nasib binatang berkaki empat yang melambangkan kejantanan. Menurut harian berbahasa Belanda Java Bode dalam tahun 1872 saka-- selama setahun-- 545 kuda yang mengangkut trem tersebut mati kelelahan karena harus mengangkut dua gerbong penuh penumpang. Pada 1870 ketika dibuka operasi trem kuda dari Harmoni ke Tanah Abang banyak kuda karena kelelahan tidak kuat melewati Tanah Abang Bukit saat mendekati stasion di Pasar Tanah Abang.
Beroperasinya trem kuda lebih banyak mengotori jalan raya baik berupa air kencing maupun buang air besar. Karena itu untuk menjaga kebersihan di bagian belakang kuda, diharuskan memasang karung untuk menampung kotorannya. Karena kala itu mulut kuda-kuda diberi besi maka disebut zaman kuda gigit besi.
(Alwi Shahab, wartawan Republika )
Friday, July 11, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment