Tuesday, October 09, 2007

Perang Spanduk Pilkada DKI

Gambar siapa paling banyak muncul di DKI Jakarta? Yang pasti bukan gambar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Yusuf Kalla. Siapa lagi kalau bukan gambar dua calon gubernur dan wakilnya yang tengah rebutan untuk menduduki kursi kursi nomor satu dan dua di pemerintahan provinsi DKI Jakarta.

Kalau ingin tahu letak perbatasan Jawa Barat dan Banten kini gampang sekali. Lihat saja di mana spanduk, poster, umbul-umbul, dan stiker sudah tidak terdapat lagi. Karena dari Kepulauan Seribu di Jakarta Utara, menyeberang laut ke Tanjung Priok terus sampai Lenteng Agung di Jakarta Selatan, kemudian mendekati Cengkareng di Tangerang, hampir semua jalan 'dikepung' oleh spanduk pasangan Fauzi Bowo-Priyanto, dan Adang Daradjatun-Dani Anwar.

Kemeriahan ini, tampaknya tidak menggambarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pekan lalu. Menurut LSI potensi golput Pilkada Jakarta 2007 bisa mencapai 65 persen. Tentu saja hitungan macam begini kagak akurat. Masa hanya 35 persen dari yang berhak memilih di Jakarta turut mencoblos pada Rabu, 8 Agustus 2007.
Padahal pilkada merupakan pilihan rakyat langsung, yang tidak pernah terjadi pada pemilihan gubernur sebelumnya. Presiden Soekarno pada masa demokrasi terpimpin (1959) mengangkat sendiri gubernur DKI. Terakhir kali adalah Ali Sadikin. Di masa Orba, Pak Harto sami mawon dengan Bung Karno. Dia juga telah menyiapkan orangnya.

Meskipun tidak seramai pemilihan umum, tapi kampanye-kampanye pilkada yang dilakukan kedua belah pihak cukup memacetkan lalu lintas. Setidaknya menunjukkan peminatnya cukup besar. Meskipun banyak yang menginginkan ikut kampanye agar dapat kaos, seperti juga pada pemilu-pemilu di masa Orba, kecuali Pemilu 1955.

Bukan hanya beribu-ribu kaos yang harus mererka sediakan, kedua pasangan ini juga harus mengeluarkan uang untuk membayar tukang ojek, mobil tumpangan dan bus angkutan umum. Karenanya tidak heran kalau cagub Fauzi Bowo menyatakan dia sampai menjual rumahnya sekitar Rp 10 miliar untuk biaya kampanye. Tentu saja perusahaan sablon, spanduk dan percetakan mengais rezeki besar dalam menerima order.

Seperti juga pada pemilu-pemilu sebelumnya --kecuali Pemilu 1955-- setidaknya para artis juga ikut ketiban rezeki. Karena kedua pasangan getol mengikutsertakan mereka saat kampanye di lapangan terbuka. Pada Pemilu di masa Orde Baru, para artis tidak berani ikut berkampanye selain berkampanye untuk Golkar. Mat Solar atau 'Si Badai Bajuri', pernah kagak boleh muncul di televisi selama bertahun-tahun karena ikut memeriahkan kampanye PPP. Demikian juga dengan Rhoma Irama.

Pelawak Harry de Fretes, yang kala itu terkenal dengan Lenong Rumpinya juga dilarang main di TV termasuk tv swasta. Alasannya gampang saja. Ia ikut memeriahkan kampanye PDI. Di masa Orba, Golkar sebagai partai pemerintah harus menang mutlak agar tercipta pemerintahan yang kuat. Meskipun berbagai cara dilakukan. Kala itu, Golkar memiliki koordinator artis dipimpin almarhum Eddy Sud.

Kembali pada Pilkada DKI, rupanya humor tidak bisa dipisahkan dari kehidupan warga Jakarta. Merasa dikepung oleh 19 parpol, kecuali PKB yang menyokong pasangan Fauzi-Priyanto, ada spanduk berbunyi: 'Pok Ame-ame belalang kupu-kupu. Dikeroyok rame-rame tetap pilih nomor satu'. Ini nyanyian terkenal anak-anak Betawi saat main lompat-lompatan.

Sementara spanduk dari PAN yang menyokong Fauzi-Priyanto berbunyi: 'Kenapa harus Golput. Pilih yang sudah berpengalaman'. Di bawah spanduk tertulis: 'Warga Muhammadiyah Pendukung Fauzi-Priyanto'. Rupanya, yang memasang spanduk, umbul-umbul dan stiker tidak mnengenal tempat.

Seperti di pagar-pagar rumah, tiang listrik, gedung, perkantoran dan tempat-tempat penyeberangan mereka pasang spanduk. Juga kendaraan-kendaraan bus tidak luput sasaran stiker. Tapi yang jelas sampai hari kelima kampanye pilkada berjalan damai. PKS sendiri yang mendukung pasangan nomor satu dalam salah satu spanduknya tertulis: 'Siapapun pilihannya persaudaraan harus tetap dijaga'. Atau spanduk Muhammadiyah berbunyi: 'Membangun ukhuwah menuju Pilkada damai'. Menunjukkan tekad semua pihak agar pilkada berlangsung damai. Semoga saja jadi kenyataan.

(Alwi Shahab, wartawan Republika)

No comments: