Rasulullah selalu beritikaf pada sepuluh hari terakhir.
Menjelang Idul Fitri 1428 H dan saat-saat Lailatul Qadar-malam yang dinyatakan Alquran sebagai lebih baik dari seribu bulan-dua kota suci Makkah dan Madinah makin dipadati pengunjung. Baik di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi, saat-saat pada shalat fardu dan shalat Tarawih, jamaah meluap hingga ke pelataran-pelataran masjid.
Banyak yang memperkirakan jamaah dari mancanegara yang berumrah, terlebih menjelang akhir Ramadhan, jumlahnya hampir menyerupai jamaah haji. Membludaknya para jamaah juga terlihat dari hotel-hotel di Makkah dan Medinah yang sejak awal Ramadhan sudah dibooking oleh jamaah umrah.
Bahkan, sejumlah travel biro dari Indonesia mengatakan, mereka umumnya telah membooking hotel sejak beberapa bulan lalu. Sayangnya, meskipun sudah dipesan jauh hari, bahkan sudah setahun seperti yang dilakukan Biro Perjalanan Wisata NRA (Nur Rima Al-Waali), saat hendak pulang ke Indonesia sebuah hotel berbintang lima secara sepihak membatalkan kesepakatan karena mendapat pesanan yang lebih mahal. Akibatnya, biro perjalan itu terpaksa mencari hotel lain. Padahal, jamaah sudah berada di hotel yang telah dipesan itu.
Meskipun jumlah jamaah makin membludak saat umrah menjelang akhir Ramadhan, tapi saat berbuka puasa tidak ada seorangpun yang tidak mendapat bingkisan untuk berbuka. Baik di Masjid Nabawi di Madinah maupun di Masjidil Haram, Makkah, kita akan ditarik untuk diajak makan oleh para dermawan yang menggelar tikar putih menjelang Magrib.
Rupa-rupa makanan tersedia dan kita tinggal memilihnya. Tapi di dalam masjid hanya disajikan makanan ringan seperti korma, roti, susu, kopi dan air zamzam.
Kalau belum puas, setelah shalat Magrib silakan bergegas keluar masjid. Di sana kita akan memakan roti atau nasi dengan lauk pauk kambing atau ayam dalam ukuran besar untuk jamaah Indonesia. Berbuka di tanah suci memang terasa nikmat.
Ketika berumrah akhir September 2007, saat tawaf, terlihat padat para jamaah. Mereka melakukan tawaf hingga seluruh lapangan yang berbentuk bundar dan di tengahnya berdiri Kabah, sebanyak tujuh kali. Akibat para jamaah sulit bergerak karena saling desak-desakan. Dan ini berlangsung hampir satu jam.
Empat pendapat
Lailatul Qadar menjadi sebuah dambaan setiap Muslim. Sebuah malam pada Ramadhan yang menumpahkan anugerah tak terkira. Maka harapan pun meninggi, setiap Muslim berharap mendapati malam yang senilai dengan seribu bulan kebaikan.
"Sesungguhnya telah Kami turunkan Alquran pada Lailatul Qadar. Tahukah Engkau apa Lailatul Qadar itu? Malam itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu para malaikat dan ruh Jibril turun dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Selamatlah pada malam itu hingga fajar."
Demikian kutipan surat Al Qadar ayat 1 hingga 5 yang mengurai mengenai malam Lailatul Qadar. Maka kemudian bertebaranlah setiap Muslim untuk menggapai malam itu. Dalam buku Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab, dinyatakan ada empat pendapat mengenai Al-Qadar.
Pertama adalah al-hukm yang berarti penetapan. Jadi malam Al-Qadar adalah malam penetapan Allah atas perjalanan hidup makhluk selama setahun. Kedua, adalah al-Qadar yang berarti pengaturan. Yaitu pada malam turunnya Alquran, Allah mengatur strategi untuk Muhammad.
Yaitu sebuah strategi untuk memandu Muhammad mengajak umat manusia menuju jalan Allah. Ketiga, Al-Qadar memiliki arti kemuliaan sedangkan makna keempat adalah sempit. Sebab pada malamnya Alquran itu banyak malaikat yang turun ke bumi hingga menjadi sempit.
Quraish mengatakan, dengan merangkum empat pendapat atau makna tersebut bahwa malam Lailatul Qadar itu merupakan malam yang mulia nan hebat.
(alwi shahab/fer)
Tuesday, October 09, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment