Tuesday, October 09, 2007

Agar Jakarta Ijo Royo-royo

Fotograper Woodbury & Page telah mengadakan ratusan foto Batavia akhir abad ke-19. Ketika itu, ia merupakan kota yang ijo royo-royo. Seperti Jl Kalibesar di Glodok yang kini hiruk-piruk dan gersang masih dipenuhi pepohonan rindang. Apalagi daerah pinggiran kala itu seperti Condet, Tebet, Senayan, bahkan Menteng masih jarang dihuni manusia. Di sepanjang Jl Hayam Wuruk dan Gajah Mada yang diapit kanal Ciliwung dikiri kanan dipenuhi pohon rindang.

Tentu saja, membandingkan Jakarta seratus tahun lalu yang penduduknya baru ratusan ribu jiwa, sangat tidak relevan. Jakarta kini sudah menjadi kota megapolitan yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa. Tentu saja Jakarta memerlukan gedung-gedung pencakar langit, ratusan pusat perbelanjaan, dan berbagai tempat hiburan. Tapi, jangan semua tanah kosong dijadikan hutan beton. Sisakanlah juga untuk penghijauan, yang kini banyak dilakukan oleh kota-kota besar di dunia.

Menyadari perlunya 'paru-paru kota', Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mencita-citakan agar 13 persen dari wilayah seluas Jakarta sekitar 66.000 hektare, 14 persen adalah daerah hijau royo-royo atau sekitar 9.240 hektare lahan hijau. Sekarang ini, sekalipun baru delapan persen, konon penghijauannya lebih baik dari Bandung, yang pada masa kolonial Belanda dijuluki 'Parijs van Java'. Sutiyoso sendiri ketika memagari Monas -- lapangan terbesar dan terluas di dunia --, mendapat reaksi keras dari banyak pihak. Sekarang ini, Monas tertata rapi dan merupakan salah satu tempat rekreasi paling digandrungi masyarakat. Tiap hari tidak kurang dari delapan ribu orang mendatanginya. Bahkan pada hari-hari libur, bisa mencapai 20 - 25 ribu orang. Mereka datang untuk rekreasi sambil olah raga.

Dalam melaksanakan programnya selama dua periode menjabat gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso punya prinsip dan keyakinan bahwa ia ingin melaksanakan tugas sebaik mungkin. Sekalipun sebagai manusia, ia pernah menyatakan tidak luput dari kesalahan. Karena itulah, dia menerima, bahkan siap untuk menerima kritik.

Adanya hutan kota ini, dapat mengurangi banjir. Seperti dikemukakan sejumlah pakar perkotaan, kalau saja tidak ada lagi lahan kosong untuk area resapan air dan luapan air sungai, kawasan Stadion Gelora Bung Karno yang merupakan stadion terbesar di dunia ketika awal dibangun, akan tenggelam. Singapura yang berpenduduk lima juta -- satu juta warga asing --, tiap tahun kedatangan sekitar 20 juta wisatawan asing. Dan negeri pulau ini, membanggakan dirinya: 'Garden City' (kota taman). Untuk mencapai target yang dipatok Sutiyoso menjadikan Jakarta 'ijo royo-royo', Pemprov DKI Jakarta akan menanam 115 ribu pohon produksi di seluruh wilayah Jakarta.

Pohon-pohon yang akan ditanam adalah pohon jenis produktif setinggi dua sampai dua setengah meter. Seperti mangga, jambu, rambutan, belimbing, jeruk, dan durian. Sampai tahun 1970'an, kampung-kampung di pinggiran Jakarta melimpah dengan buah-buahan. Durian dan jeruk sudah merupakan pohon langka, hingga kita mengimpor durian montong dan jeruk dalam jumlah berlimpah.

Sutiyoso, lulusan Akademi Militer Magelang (1968), yang pernah menjabat sebagai Wakil Komandan Jenderal Kopassus (1962) dan Pangdam Jaya (1996), adalah seorang penggemar berat olah raga. Tidak heran kalau hobi Letjen (Purn) ini bulutangkis, tenis, golf, menembak, basketbal, dan sepakbola. Dia juga menjadi pengurus sekitar 10 organisasi olah raga, di samping Ketua Asosiasi Pimpinan Pemerintahan Daerah Seluruh Indonesia (APPSI).

(Alwi Shahab, wartawan Republika )

No comments: