Inilah gedung Harmoni, setelah dihancurkan tahun 1985 menjadi bagian dari gedung Sekretariat Negara (Sekneg) yang diabadikan awal 1870-an. Harmonie Club merupakan salah satu gedung paling menawan dari bangunan-bangunan abad ke-19 di Batavia. Hingga banyak yang menyayangkan kenapa ia harus dibongkar. Di Harmoni tempo doeloe, masyarakat Eropa tingkat atas sering berdansa di lantai pualam, diterangi lampu-lampu kristal gemerlapan sambil minum anggur dan kadang-kadang ada yang ambruk karena teler. Tidak lupa mereka berbicara soal politik di klub ini --bagaimana melanggengkan kekuasaan kolonial Belanda-- sambil menikmati makanan tengah malam di bawah sinar bulan diteras yang ditanami bunga warna-warni.
Gedung yang terletak dipaling sudut Rijswijk (kini Jl Veteran) dan Rijswijkstraat (kini Jl Majapahit), pembangunannya dimulai pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), kemudian dilanjutkan penggantinya letnan gubernur Raffles pada masa Inggris (1811-1815). Raffles sendiri yang meresmikan gedung yang diarsiteki seorang putra Melayu pada 18 Januari 1815 untuk menghormati hari kelahiran Ratu Charlotte, istri Raja Inggris George III. Gedung Harmoni yang telah almarhum itu merupakan contoh terbaik bangunan Empire Style di Asia Tenggara.
Diberitakan, pesta peresmian berjalan sangat meriah dengan berbagai atraksi termasuk dansa-dansi yang dimulai pukul 21.00 hingga dini hari diselingi makan larut malam. Pada saat itu hubungan antara pejabat Inggris dan Belanda dikukuhkan dengan toast berulang-ulang dipelopori Raffles sendiri.
Di sini dalam ruang yang memuat 600 orang-- terutama para pegawai Belanda-- sering berakhir dengan perkelahian dan baku hantam khas Belanda. Paling sering karena memperebutkan hareem terutama saat dansa dansi akibat banyak meneggak minuman haram. Charles Warter Kinloch warga Inggris yang tamasa ke Batavia (1852) menggambarkan: ''Kehidupan elit Eropa dan Belanda di Batavia penuh glamour. Wanitanya sering gunakan pettycoat yang bagian bawahnya melebar seperti kurungn ayam. Mereka juga mendatangkan pakaian-pakaian mode terbaru dari Paris, London, dan Amsterdam.
Di klub Harmoni masalah gengsi dan status sosial tanpa malu dipertontonkan. Mereka saling menyapa satu sama lain tidak dengan menyebut nama tetapi dengan angka jumlah gaji mereka setahunnya. ''Meener 50 ribu gulden secara merendah mengalah terhadap meener 100 ribu gulden.'' Memang masyarakat kolonial Belanda tidak pernah terkenal sebagai orang berperasaan halus atau pandai bersopan santun, tulis Willard A Hanna dalam 'Hikayat Jakarta'.
Dalam gambar tampak jalan trem listrik yang menggelinding dari Meester Cornelis (Jatinegara), Pasar Ikan lewat Senen, Pasar Baru, Harmoni, Molenvliet (Jl Gajah Mada), Glodok. Di depannya yang diterangi oleh lampu gas terlihat beberapa pelayan berseragam. Demikian juga terdapat sejumlah pelayan klub tengah berada di samping gedung. Dahulu di bagian belakang klub Harmoni di Jl Majapahit terdapat hotel Du Pavilion yang kini juga menjadi bagian gedung Sekneg. Hotel mewah ini milik keturunan Arab kaya raya dari keluarga Sungkar.
(Alwi Shahab, wartawan Republika)
Tuesday, October 09, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment