Friday, July 06, 2007

Titanic, Tampomas II, Senopati Nusantara

Geladak makin terbenam
Harapan belum pudar
Masih ada yang ditunggu
Mukjizat dariNya

Syair di atas adalah cuplikan lagu Langkah Berikutnya dari album kelima Ebiet G Ade. Lagu sebagai ungkapan dukacita atas peristiwa karamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tampomas II pada 27 Januari 1981. Kapal milik Pelni ini tenggelam di sekitar Kepulauan Masalembo di Laut Jawa (termasuk wilayah Jawa Timur), dalam pelayaran dari Tanjung Priok ke Makassar.

Jumlah penumpang kapal naas itu, yang terdaftar berjumlah 1054 orang, ditambah 82 awak kapal. Namun, seperti juga terjadi pada KM Senopati Nusantara yang kini masih dalam pencaharian, di Tamponas II terdapat ratusan penumpang gelap hingga keseluruhannya mencapai 1442 orang. Tim penyelamat memperkirakan 432 orang tewas (143 mayat ditemukan dan 288 orang hilang bersama kapal). Sementara, 753 orang diselematkan. Sumber lain menyebutkan korban sebenarnya mencapai 666 orang.

Proses karamnya KMP Tampomas II berlangsung selama tiga hari. Dimulai dengan terbakarnya kamar mesin akibat puntung rokok. Tenggelamnya KMP ini merupakan kecelakaan laut terbesar kala itu. Nakhoda Tampomas II yang tewas bersama ratusan penumpang yang ikut terjun ke laut, sempat berteriak, ''Sabotase! Sabotase!'' Begitu derasnya gelombang laut, banyak mayat yang ditemukan di perairan Sulawesi, jauh dari tempat tenggelamnya kapal.

Lebih dasyat lagi adalah tenggelamnya kapal pesiar Titanic pada 14 April 1912 dalam pelayaran dari Southampton (Inggris) ke New York. Nakhoda kapal Titanic sebelum berangkat membanggakan kapalnya, ''Kapal sebesar ini (46.328 ton) tidak mungkin tenggelam.'' Kenyataannya, lebih dari 1.500 penumpangnya mati di tengah-tengah cuaca yang dingin membeku, setelah kapal mewah ini menubruk karang es. Bangkai kapal Titanic telah ditemukan tim oceanografi AS-Prancis pada 1 September 1985 dalam keadaan tegak lurus.

Seperti juga terhadap KMP Senopati Nusantara, tidak ada seorang pejabat pun yang mau bertanggung jawab atas tenggelamnya KMP Tampomas II. Semuanya berujung pada kesalahan awak kapal. Tidak ada tuntutan kepada pejabat pemerintah, misalnya terhadap JE Habibie yang saat itu menjabat sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Skandal ini, terutama menyangkut pembelian kapal bekas dari Jepang seharga 5 juta US dolar, sengaja ditutup-tutupi oleh pemerintahan Suharto, kendati banyak desakan pengusutan dari anggota DPR.

Perairan Indonesia sejak dulu terkenal ganas. Seperti pada saat-saat kedatangan VOC pertama kali ke Nusantara akhir abad ke-16. Dari belasan kapal ekspedisi Belanda, hanya empat kapal yang selamat tiba di Batavia. Lainnya tenggelam di laut dengan ratusan anak buah. Gubernur Jenderal JP Coen pada 28 Oktober 1628 pernah mendatangkan pintu gerbang Batavia dari negeri Belanda, namun tidak pernah sampai.

Kapal bernama Batavia itu berangkat dari pelabuhan Texal membawa 341 orang penumpang -- dua pertiga pelaut dan 38 wanita serta anak-anak. Seperti juga Titanic, kapal milik VOC itu menerjang karang dan kandas di sebuah kepulauan di Australia Barat. Lokasi musibah tak ditemukan sampai tahun 1950. Konon, peristiwa ini terjadi karena nakhodanya mabuk berat.

Sebelum era kapal uap dan dibukanya Terusan Suez pada 1858, kapal-kapal layar harus melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan, hingga pelayaran dari Eropa ke Indonesia memerlukan waktu berbulan-bulan. Kadang-kadang lebih setahun, dengan risiko kemungkinan karam, para awaknya terkena penyakit, atau perampakan yang sering terjadi kala itu.

Karena banyaknya kapal yang rusak, tidak heran kalau VOC mendirikan galangan dan reparasi kapal di Pulau Onrust, salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Di galangan yang pernah disinggahi oleh kapal James Cooks, yang diklaim oleh orang Eropa sebagai penemu Australia, itu dipekerjakan ratusan budak belian yang diharuskan bekerja tanpa mengenal lelah.

Di pulau, yang kini makin menyempit akibat abrasi, itu tokoh DI/TII Maridjan Kartosuwirjo pernah ditembak mati pada 1960-an, karena melakukan pemberontakan bersenjata untuk mendirikan negara Islam. Bung Karno juga pernah memenjarakan sejumlah tokoh Liga Demokrasi' yang dianggap oposisi terhadapnya di pulau itu. Para pengemis dan gelandangan yang tertangkap pada masa itu juga 'dibuang' ke Onrust.

Pernah terjadi pemberontakan di Kapal HMS Bounty (berbobot mati 1.215 ton), saat berlayar ke Tahiti (difilmkan oleh Hollywood). Kapten kapal kemudian diturunkan oleh wakilnya ke sekoci bersama 18 orang pengikutnya. Mereka terdampar di Timur (Kupang), dan baru 18 tahun kemudian di ditemukan masih hidup (1908).

Kapten kapal itu kemudian ke Batavia dan pernah menginap di Toko Merah, Kalibesar, Jakarta Kota. Sejak dulu, pada saat-saat musim angin barat (Desember-Januari), nelayan kepulauan Seribu tidak melaut. Karena itulah harga ikan laut jadi mahal.


(Alwi Shahab )

No comments: