Tahun 1970-an, Indonesia menjadi negara eksportir sapi yang diperhitungkan. Tapi, entah bagaimana sekarang ini Indonesia menjadi negara importir sapi. Pihak Ditjen Peternakan memprediksikan impor sapi dalam enam tahun mendatang bisa mencapai 1,2 juta ekor atau 180 ribu ton daging sapi murni. Tak heran kalau rumah-rumah makan besar menawarkan steak dengan daging sapi impor.
Karena kala itu sapi-sapi hidup banyak dijual di pasar-pasar, sampai ada istilah 'politik dagang sapi'. Istilah ini populer sekali saat-saat pembentukan maupun reshuffle kabinet. Terutama terjadi pada saat-saat demokrasi parlementer (1950-1959), saat parpol-parpol saling rebutan kursi. Pada era demokrasi terpimpin dan kemudian dilanjutkan pada masa orde baru, 'politik dagang sapi' boleh dikatakan menghilang. Kabinet terbentuk sepenuhnya ditangani oleh presiden.
Ketika Presiden SBY ingin melakukan perombakan kabinetnya, dia dengan tegas menyatakan tidak ada yang bisa melakukan tekanan kepadanya. Sekalipun sejumlah parpol mengancam akan menarik dukungan kepada pemerintahannya, bila menteri mereka ditarik atau tidak didudukkan lagi dalam kabinet.
Sekalipun SBY tegas menyatakan tidak mau melayani tekanan walaupun senjata ditodongkan kepadanya, tapi melihat hasil reshuffle yang diumumkan awal pekan ini tidak tertutup kemungkinan dia juga melakukan kompromi dengan sejumlah parpol.
Pada masa demokrasi terpimpin, Bung Karno mengikutsertakan banyak menteri dalam kabinetnya. Kadang-kadang di tengah perjalanan kabinetnya, dia mengangkat sejumlah menteri lagi. Sampai ada menteri Lintas Sumatera, Menteri Urusan Tekstil, menteri otonomi daerah dan banyak lagi.
Itupun masih ditambah ketua MPRS dan para wakil ketuanya yang didudukkan sebagai menko dan menteri. Termasuk ketua dan para wakil ketua DPRGR. Jumlah menteri ketika itu mencapai seratus orang, termasuk para kepala staf angkatan dan Polri. hingga banyak mulut usil mengejeknya sebagai 'kabinet kurawa'.
Dua setengah tahun lalu, SBY ketika hendak membentuk Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) juga memanggil para calon menteri melalui telpon genggam (hand phone) untuk datang ke kediamannya di Cikeas, Bogor. Mereka kemudian menandatangani kontrak untuk bersedia kerja keras dan berprestasi dalam tempo satu tahun.
Ada juga orang yang jahil yang menghubungi telepon genggam seorang mantan anggota kabinet Megawati dan memintanya datang ke Cikeas karena mendapat panggilan dari SBY. Rupanya si mantan menteri dalam kabinet Mega-Hamzah Haz yang baru demisioner tidak merasa tertipu sama sekali oleh panggilan yang mengaku dari Cikeas.
Dengan penuh percaya diri dia datang ke Cikeas untuk memenuhi 'panggilan' SBY. Karuan saja para petugas di kediaman SBY terheran-heran karena mantan menteri itu tidak pernah diminta datang. Padahal, kedatangannya di Cikeas disiarkan oleh media massa dan elektronik, dan dia disebut-sebut sebagai calon menteri.
Panggilan telepon berkaitan dengan penunjukan calon menteri diawali pada masa Pak Harto. Pernah seorang calon menteri ketika ditelepon sedang tidak berada di rumah. Akibatnya, ajudan presiden yang bertugas menelepon dibikin repot dan tujuh keliling mencari-carinya. Apalagi kala itu belum ada hand phone. Ada petugas yang disuruh mencari langsung ke rumah. Ada pula yang kesulitan mencari alamat lantaran tempat tinggal sang calon menteri kurang jelas.
Seperti ditulis Casmo Tatilitofa dalam Catatan Ringan Wartawan Istana, ada calon yang ditelepon pada pagi hari merasa diberi indikasi akan menjadi menteri. Siang harinya dia langsung menyebarkan daftar riwayat hidup lengkap disertai pas fotonya segala.
Akan tetapi, ketika susunan kabinet diumumkan oleh presiden malam harinya, nama tokoh yang sudah keburu bahagia itu justru tidak tercantum. Tokoh itu sudah punya jabatan pada sebuah departemen. Dapat dibayangkan, betapa dia dan keluarganya kecewa.
Pengalaman serupa dialami tokoh lain. Ia juga berbuat serupa saat ditelepon dari Cendana menjelang pengumuman kabinet baru. Kala itu dia menjabat kepala sebuah lembaga negara. Namun ketika susunan kabinet diumumkan, namanya tidak muncul. Meski demikian, di kemudian hari tokoh tersebut kesampaian juga impiannya menjadi menteri, bahkan sampai dua periode.
Seperti yang dialami oleh mantan menteri kabinet Mega-Hamzah, pada masa Pak Harto juga ada orang yang usil. Yang kelewatan, orang ini meneleponnya mengatasnamakan Cendana. Karena yakin yang menelepon dari Cendana, yang bersangkutan benar-benar ke Cendana dengan terburu-buru. Tetapi, alangkah kecewanya ketika sampai ke pos pendaftaran, namanya tidak tercantum sebagai tamu presiden.
Ada lagi kisah 'ledekan' yang menyakitkan. Seorang tokoh masyarakat yang namanya cukup dikenal, menerima karangan bunga ucapan selamat atas pengangkatannya sebagai menteri pada hari menjelang saat-saat pengumuman kabinet. Padahal, tokoh itu sama sekali tidak merasa menerima telepon dari Cendana, meskipun namanya disebut-sebut berbagai kalangan.
Ini benar-benar guyonan elite, tetapi keterlaluan, tulis Casmo. Tentunya masih banyak lagi kisah telepon dari Cikeas dan Cendana. Karena bagaimanapun dirahasiakannya, beberapa hari sebelum presiden mengumumkan para menteri, banyak yang sudah memiliki daftar para menteri. Dan sebagian besar adalah benar.
(Alwi Shahab )
Thursday, July 05, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment