Sunday, February 03, 2008

Merebut Gedung Factorij di Beos

Inilah salah satu gedung peninggalan kolonial yang direbut para pemuda dan pejuang, ketika terjadi nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia pada 1958, Ini terjadi karena meruncingnya hubungan kedua negara akibat sengketa Irian Barat (Papua). Gedung yang kini menjadi Musium Bank Mandiri, menjelang diambil alih bernama Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) terletak di depan Stasiun Beos, Jakarta Kota.

Gedung yang dibangun 1929, lebih dikenal dengan sebutan faktori factorij). Presiden Soekarno, yang tidak sabar karena masalah Irian Barat berlarut-larut akibat sikap Belanda telah berpidato melalui RRI yang disiarkan di seluruh Indonesia agar para buruh di perusahaan-perusahaan Belanda melakukan aksi ambil alih.

Sebelum diambil alih yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih, gedung NHM yang dinilai sebagai karya masterpiece menjadi aksi corat-coret oleh kaum nasionalis. Di atasnya terlihat tulisan 'Milik RI'. ''Usir Belanda dari Irian'. Setelah factorij NHM dinasionalisasi kemudian dilebur ke dalam Bank Tani & Nelayan (BKTN) pada 5 Desember 1960. Pada 17 Agusrtus 1965 dimulainya era 'Bank Tunggal', gedung ini menjadi salah satu kantor pusat BNI Unit II sebelum lahirnya Bank Exim hingga 1995 dan tiga tahun kemudian jadi Bank Mandiri untuk kemudian menjadi musium bank tersebut, demikian Kartum Setiawan, ketua Komunitas Jelajah Budaya dan Sejarawan.

NHM merupakan reinkarnasi VOC yang bangkrut akibat korupsi yang tidak mengenal batas, seperti juga di negeri kita sekarang, sekalipun sudah diperangi pelakunya makin bertambah. Ketika NHM berdiri (awal abad ke-19) tidak lama kemudian terjadi sistem tanam paksa (cultuurstelsel) ciptaan Gubernur Jenderal Van den Bosch.

Sistem ini menindas dan menyengsarakan berjuta-juta petani. Sistem ini berhasil luar biasa hingga pada 1831 dan 1871 Batavia tidak hanya bisa membiayai diri sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden-- jumlah yang luar biasa besar kala itu-- untuk kas negara di Den Haag. Untuk itu van den Bosch diberi gelar graaf dari Raja Belanda. Tapi akibat sistem ini ratusan ribu petani mati yang menyebabkan tampilnya Multatuli atau Douwes Dekker yang dengan pedas mengeritik sistem ini dalam karangan berjudul 'Max Havelaar'.

Kembali kepada keberadaan gedung NHM ada beberapa ritual penting yang berhubungan dengan tradisi lokal. Pembangunan awal ditandai dengan penguburan kepala kerbau di area bagian tengah dan empat kepala kambing di keempat sudut areanya. Sebagai tambahan, sebuah koin emas ditempatkan di bawah pilar pertama yang dipercaya dapat membawa keuntungan bagi perusahaan. Kenyataannya, perusahaan ini mengirimkan hampir seluruh barang ekspor dan impor melalui kapal-kapal carteran milik Belanda (KPM, sekarang Pelni) yang masuk empat besar setelah perkapalan perdagangan Inggris, Prancis dan AS.

(Alwi Shahab, wartawan Republika )

No comments: