Inilah Gedung Bappenas, diabadikan tahun 1941 sebelum meletusnya Perang Dunia ke-2 (1942-1945). Terletak di Taman Surapati, gedung ini merupakan salah satu aset kawasan Menteng, kota taman pertama di Indonesia. Pada masa kolonial, Taman Surapati bernana Burgermeester Bischopplein untuk mengabadikan nama Bisschop, wali kota Batavia pertama (1916-1920). Gedung ini dibangun 1925 oleh F.J.L. Ghijsels, seorang insinyur kelahiran Tulung Agung, Jawa Timur. Dia juga membangun gedung yang kini menjadi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Di samping sejumlah gedung megah di Kalibesar Timur dan Kalibesar Barat, Jakarta Kota.
Gedung Bappenas, pada masa kolonial pernah menjadi tempat pertemuan anggota tertinggi vrijmesdclarij atau freemason dalam bahasa Inggris. Sang arsiteknya sendiri menguraikan, gedung yang kini bertugas membuat perencanaan pembangunan, merupakan loge (loji) perkumpulan freemason. Menurut Henry Nurdi dalam buku 'Jejak Freemason & Zionis di Indonesia', cerita tentang berpengaruhnya Yahudi adalah pembangunan gedung Bappenas yang kala itu bernama Adhuc Stat yang berarti 'Berdiri Hingga Kini'.
Dulu, di bagian atas gedung yang bertuliskan Bappenas tertulis Adhuc Stat. Sedang di kanan-kirinya terdapat dua lambang vrijmedsclarij yang jika disambung dengan garis akan membentuk 'Bintang David' lambang dan simbol suci kaum Yahudi.
Bischop yang menjadi wali kota Batavia dengan jabatan itu adalah seorang penganut agama Yahudi yang berpengaruh. Terbukti, kala itu di Batavia terdapat pula sebuah freemason di Jl Budi Utomo, Jakarta Pusat, yang kini menjadi kantor pusat pabrik obat dan apotik Kimia Farma. Bahkan gedung tempat orang Yahudi melakukan kegiatan ritualnya dengan kedok 'plurarisme', juga terdapat di Pasar Turi, Surabaya. Dulu gedung ini, menurut pelacakan Henry Nurdi, bernama 'Lux Orientis Le Droit Humain' yang berarti Cahaya Timur Hak Manusia.
Sebelum menjadi gedung Bappenas, gedung Adhoc Atat, ini pernah menjadi tempat mengadili tokoh yangb dituduh terlibat G30S dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) seperti tokoh PKI Nyono, di samping Menlu Subandrio dan Panglima AURI Laksamana Omar Dhani. Sebetulnya ini merupakan sejarah suram bagi Yahudi. Sebab lahirnya komunisme dibidani Karl Marx berdarah Yahudi.
Penduduk Yahudi-- sejak masa VOC-- memang sudah tersebar di Hindia Belanda. Beberapa wilayah yang menjadi pusatnya seperti Noordwijk (kini Jalan Juanda) dan Rijswijk (Jl Veteran) terdapat sejumlah toko besar milik etnis ini seperti Oleslaeger, Goldenberg, dan Ezekiel. Bahkan, menurut budayawan Ridwan Saidi, kawasan Laan Hole (kini Jl Sabang) dulu terdapat sebuah hotel milik Yahudi. Pada 1956 Pemda DKI mencatat masih banyak keluarga Yahudi di Jakarta bahkan 12 di antaranya memegang paspor Israel, 56 orang memegang paspor Cekoslowakia, 22 orang memegang paspor Polandia dan 38 orang Yahudi memegang paspor Rusia. Pada 1957 ada sekitar 450 Yahudi di Indonesia. Sebagian besar di Jakarta dan Surabaya.
(Alwi Shahab, wartawan Republika )
Sunday, February 03, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment