Data Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik menyebutkan jumlah orang yang dikategorikan miskin di Indonesia mencapai 34,7 juta jiwa. Jumlah yang tidak sedikit. Ironisnya lagi, itu terjadi di negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Padahal, Islam mewajibkan kepada kita agar orang-orang yang lemah dan tidak berdaya itu dilindungi dan dipelihara kemanusiaan dan kehormatannya. Untuk maksud inilah Allah melalui berbagai ayat Alquran memerintahkan kepada mereka yang berkecukupan untuk mengeluarkan bagian tertentu dari harta benda mereka, yang di-fardlu-kan dalam Rukun Islam ketiga berupa zakat. Di samping perintah untuk mengeluarkan infak dan sedekah. ''Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.'' (Al-Hadid: 16).
Dewasa ini makin disadari besarnya bahaya dalam masyarakat apabila orang-orang miskin dan lemah tidak mendapatkan apa yang memenuhi kebutuhan pokok mereka dan mereka terancam kelaparan. Sebagai misal, perut yang lapar akan mendorong pemiliknya melakukan dosa, melanggar segala larangan, serta menganggap yang demikian sebagai perbuatan yang sah. Bila sudah demikian, dikhawatirkan orang-orang kaya sendiri yang akan menjadi korban kejahatan mereka itu.
Sayid Sabiq, ulama kontemporer Mesir, dalam buku Islam Kita menulis, ''Suatu jamaah (komunitas) yang di dalamnya kemiskinan tersebar luas dan taring-taringnya menggigit, maka akan berkobarlah di sana permusuhan dan kebencian, sehingga akan tergoncanglah eksistensi umat karena gangguan yang merajalela dan ramailah aliran-aliran ekstrim.'' Islam sendiri telah menekankan secara tegas bahwa faktor utama dari kesenjangan dan kecemburuan sosial adalah akibat adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dan mengutuk keadaan semacam itu. Lalu bagaimana solusi mengatasi kesenjangan itu? Kalau mau ditelaah secara ekonomi, perintah zakat itu pada akhirnya justru akan membantu mereka yang berpunya, karena akan dapat mendorong terciptanya daya beli baru dan produksi dari para penerima zakat. Bagi mereka yang mengeluarkan zakat, secara psikologis hati dan jiwanya akan lebih bersih dan tentram, dengan adanya saling kasih sesama umat. Sedang orang-orang yang tidak berpunya akan menaruh respek dan hormat kepada orang yang mempedulikan nasib mereka.
Sayangnya, sekarang ini masih banyak umat Islam yang berpunya termasuk mereka yang shalat dan berpuasa yang tidak mengeluarkan zakat. Mereka seolah-olah kehilangan rasa kasihan dan simpati kepada kaum yang lemah, hanya karena mementingkan kepentingan sendiri, serta rakus dan loba terhadap harta dan kemewahan.
Padahal, seperti diungkapkan Syekh Mohammad Iqbal, tokoh Muslim dari Pakistan, dalam Alquran lebih dari 600 kali kita diperintahkan untuk mengeluarkan zakat, guna menolong orang-orang yang kekurangan, miskin dan tidak punya perlindungan. Di antaranya 26 kata zakat yang dikaitkan dengan shalat, yang menjadi pilar utama Islam. ''Beruntunglah orang-orang yang beriman, mereka yang dengan khusuk mengerjakan shalat, menjauhkan diri dari percakapan tidak berguna, dan mereka yang mengeluarkan zakat.'' (Al-Mu'minun: 1-4).
Rasulullah SAW ketika ditanyai tentang amal yang paling utama, menjawab, ''Memasukkan rasa gembira kepada orang mukmin, menutup kelaparannya, membuka kesempitannya, dan membayar utangnya.'' Tentu saja yang dimaksudkan mereka yang berzakat. Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment