Salah satu prioritas utama pemerintah yang baru saja dilantik adalah melawan korupsi dengan melaksanakan keadilan bidang hukum semaksimal mungkin. Tidak diragukan lagi, Islam menjunjung tinggi keadilan dan persamaan ini seperti dinyatakan dalam banyak ayat Alquran dan hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil." (Al-Nahl: 90).
Nabi Muhammad SAW dalam kepemimpinannya secara cemerlang telah berhasil membangun suatu masyarakat berkeadilan, menjauhi segala bentuk dan cara-cara diskiriminasi. Dalam berbagai buku sejarah Nabi Muhammad disebutkan bahwa dalam menegakkan hukum beliau tidak membeda-bedakan antara kawan dan orang asing, yang kuat dan yang lemah, kaya dan miskin, kulit hitam dan putih. Beliau tidak membenarkan adanya hak-hak istimewa dimiliki segelintir orang, yang menjadikan mereka kebal terhadap hukum.
Nabi pernah bersabda, "Sesungguhnya yang merusakkan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada di antara mereka yang berkedudukan mencuri (korupsi), mereka membiarkan saja tanpa memberikan hukuman. Tetapi, jika yang melakukan orang kecil (rakyat jelata), mereka mengenakan sanksi hukum." Sabda beliau ini dikemukakan ketika ada upaya untuk membebaskan hukuman seseorang yang melakukan kejahatan, hanya karena yang bersangkutan seorang bangsawan Quraish.
Sikap Nabi memang tidak pandang bulu, termasuk sanksi hukuman terhadap keluarganya sendiri. Seperti dinyatakan dalam sabda beliau, "Andai kata putriku Fatimah mencuri, akan kupotong tangannya." Pernah terjadi ketika beliau menata barisan perang dalam Perang Badar, beliau mendatangi seorang prajurit yang berdiri agak ke depan dari orang lain. Rasulullah menggunakan tongkatnya untuk menekan perut orang itu agar ia mundur sedikit ke belakangan, sehingga barisan akan menjadi lurus.
Prajurit itu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah tongkat ini menyakiti perutku, aku harus membalas." Rasul memberikan tongkatnya kepada prajurit itu dan membuka baju di bagian perutnya seraya berkata, "Balaslah!" Prajurit itu maju ke depan dan mencium perut Nabi. "Aku tahu bahwa aku akan terbunuh hari ini. Dengan cara ini aku ingin menyentuh tubuhmu yang suci." Belakangan ia menghambur ke depan dan gagah menyerang musuh dengan pedangnya hingga ia syahid.
Persamaan dan keadilan dalam Islam, tidak hanya sebatas yang ditetapkan dalam UU, tetapi juga mencakup persamaan di hadapan Allah. Seperti ditegaskan Allah dalam firman-Nya, "Yang termulia di antaramu di sisi Allah, ialah orang yang lebih bertakwa." (Al-Hujurat: 13).
Pernah suatu ketika Umar Bin Khattab menghadiri sidang pengadilan. Begitu melihat kedatangan Khalifah Umar, kadi (hakim) yang memimpin sidang menunjukkan rasa hormat secara berlebihan padanya. Kepada sang hakim Umar mengatakan, "Bila Anda tidak mampu memandang dan memperlakukan Umar dari orang biasa, sama dan sederajat, Anda tidak pantas menduduki jabatan hakim."
Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi, juga menentang keras segala bentuk diskriminasi hukum. Pernah suatu ketika ia memprotes seorang hakim, karena dia dipanggil dengan gelar Abul Hasan. Sementara lawannya disebut dengan sebutan biasa. Karena itu, dalam masa pemerintahan baru sekarang ini, di mana banyak harapan rakyat tertumpu, jangan lagi ada diskriminasi di bidang hukum dan keadilan. Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment