Mungkin tidak banyak orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji sebanyak DR H Syekhan Shahab (53). Putra kelahiran Jakarta 4 September 1951 ini sudah 27 kali menunaikan rukun Islam kelima. ''Tidak termasuk umroh, yang tidak terhitung banyaknya,'' kata ayah lima anak kepada Republika di kediamannya di kawasan Buncit, Jakarta Selatan.
Tapi, dari jumlah sebanyak itu, hanya empat kali yang membayar. Lainnya sebagai petugas, membawa rombongan jamaah, dan menjadi pegawai musiman yang bertugas membantu para jamaah haji. ''Saya menjadi pegawai musiman, saya belajar dan kuliah di Siria, selama lima tahun (1973-1978),'' kata Syeikhan.
Ia berhaji pertama kali tahun 1973 dalam usia 22 tahun. Saat itu, jumlah jamaah haji Indonesia tidak lebih dari 50 ribu orang. Dalam rombongan jamaah ada Gubernur DKI (saat itu) Ali Sadikin, DR Hamka, dan pengusaha Hasyim Ning.
''Ketika pertama kali melihat Kabah saya sungguh terpesona. Demikian pula ketika berziarah ke Madinah. Sejak saat itu saya selalu rindu pada tanah Haramain (Mekkah dan Madinah),'' ujarnya. Saat menjalani pendidikan sastra Arab dan Inggris di Siria, dan di Amercan University di Beirut selama lima tahun, ia selalu memanfaatkan waktu menjadi pegawai musiman haji. Selama lima tahun ia menjalani 'profesi' itu.
Kembali ke Indonesia tahun 1983, ia kembali menunaikan rukun Islam kelima. Tahun itu oleh Ketua Yayasan Pembina Perguruan Islam Az-Zahra ini disebutnya sebagai 'tahun ujian'. Karena sebelum berangkat ke tanah suci, putera pertamanya, Isa meninggal dunia dalam usia 2 tahun 3 bulan karena kecelakaan. Isa yang sejak usia 2 tahun sudah fasih membaca surat Al-Fatihah dan beberapa surat Jus Amma ini adalah putra kesayangannya. ''Setiap kali saya hendak berangkat ke kantor, dia dengan susah payah membawakan tas saya ke mobil,'' ujarnya.
Suatu pagi, rutinitas itupun kembali berlangsung. Namun karena terburu-buru, ia tak menyadari kalau anaknya berada di belakang mobilnya saat ia memundurkan mobilnya. Bencana itupun terjadi. ''Saya angkat putra saya yang masih balita ini, dan membawa ke dokter di depan rumah. Jiwanya tidak tertolong, anak yang lincah ini meninggal di tangan saya,'' ujar Syeikhan pelan.
Ia sangat terpukul dengan kejadian itu. Saat pemakaman, ia sendiri yang turun ke liang lahat dan mengazankannya. ''Tiba-tiba timbul perasaan dalam diri saya, kenapa saya hanya cinta kepada anak saya. Harusnya saja juga lebih cinta kepada Sang Khalik yang menciptakan mahluknya, dan merupakan cinta yang kekal abadi.'' Malam-malam setelah musibah itu ia habiskan untuk bertahajud dan meratap pada Allah, bertaubat. Selama tiga bulan berturut-turut (Rajab, Syahban dan Ramadhan) Syaikhan tiap hari berpuasa.
Pada tahun itu juga ia diminta sebagai pembimbing cleaning service jamaah haji. Tiket dan paspor pun sudah disediakan. Mula-mula ia menolak karena kedua orang tua tengah sakit. ''Tapi menjelang waktu keberangkatan, saat shalat shubuh, konsentrasi saya seolah-olah hilang. ''Yang ada hanyalah Makkah dan Madinah yang tampak jelas di depan saya. Karenanya, dengan restu kedua orang tua saya putuskan ke Tanah Suci,'' tambahnya.
Di pesawat, ia ditugaskan memimpin jamaah Boeing 747 yang berjumlah 400 orang. ''Saat umroh sebelum ke Arafah, saya merasa Isa anak saya berada di sekitar saya. Setelah itu, boleh dikata tiap tahun saya menunaikan ibadah haji baik sebagai pembimbing maupun sebagai petugas haji.'' Tahun 1992 ia ingin membawa istri berhaji. Ia pun mengumpulkan uang untuk keperluan itu. ''Ketika keberangkatan sudah makin dekat, tiba-tiba saya dipanggil oleh seorang tokoh nasional. Saya diberinya uang untuk keperluan di tanah suci sebanyak Rp 60 juta. Padahal ONH ketika itu hanya Rp 3,5 juta,'' ujarnya.
Ia pun mengajak saudara dan teman untuk ikut naik haji. Di Jeddah, ia juga mencari orang yang mau berangkat bersama. Usai beribadah, sisa uang itu dibagikannya kepada teman-temannya untuk membeli oleh-oleh haji. Meskipun sudah 27 kali berhaji, dan puluhan kali umroh, tapi Syeikhan masih ingin menghajikan dua orang putranya. Sedangkan istri dan tiga orang anaknya yang lain sudah menunaikan rukun Islam kelima.
Musim haji tahun depan, ia mengaku belum mempunyai rencana. ''Entah kalau tiba-tiba nanti ada panggilan,'' katanya. Syeikhan juga sengaja tidak umroh pada Bulan Ramadhan ini. ''Lebih baik uang biaya umroh bersama istri yang sekitar empat ribu dolar ini disumbangkan untuk orang miskin.''
Syeikhan Shahab
Lahir : Jakarta, 4 September 1951. Istri : Ferry Belgis Pendidikan : Fakultas Sastra Arab dan Inggris Amercian University Beirut (1972-1976) S3 di Universitas Cambridge Inggris (1976-1978). Karir:
1978 - 1993 Bank Indonesia
1993 - 1996 Bank Intan
1995 - 1998 Anugerah Intan Asuransi
1996 - sekarang : Basalim Petrogas
1983 mendirikan Universitas Averus
1994-sekarang : Universtias Islam Az-Zahra
No comments:
Post a Comment