Inilah simpang empat Harmoni yang sekalipun namanya telah diubah menjadi Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, tapi nama Harmoni masih tetap melekat hingga kini. Foto ini diabadikan tahun 1952 ketika trem listrik (seperti terlihat dalam foto) masih menjadi transportasi utama di Ibu Kota. Terlihat trem tengah mengangkut penumpang dari Jatinegara menuju Pasar Ikan melewati Harmoni. Nama Harmoni diambil dari rumah bola yang merupakan tempat hiburan bergengsi untuk para bule. Sambil meminum kopi dan menikmati dansa dansi di lantai pualam di antara para meneer (tuan Belanda) melakukan transaksi dagang di tempat ini.
Dalam tahun 1950-an, penduduk Jakarta yang sebelum Perang Dunia II (1942) hanya berpenduduk 500 ribu, tiba-tiba melonjak menjadi tiga kali lipat. Tidak heran kalau Harmoni yang semula merupakan kawasan elite, diramaikan oleh kendaraan. Mobil-mobil itu ketika foto ini diabadikan masih didominasi mobil dari Amerika dan Eropa. Harganya sekitar Rp 500 ribu.
Mobil Jepang belum nongol. Demikian sepeda motor seperti Vespa (Italia) dan Harley Davidson (AS). Becak kala itu masih bebas berkeliaran ke segenap penjuru Jakarta. Tidak heran kalau masyarakat pedesaan banyak yang mengadu nasib di Jakarta menjadi penarik becak. Naik becak dari Pasar Senen ke Pasar Baru ongkosnya hanya sekitar lima perak. Sedangkan naik trem hanya setengah perak (50 sen).
Di sebelah kanan Harmoni yang banyak terlihat pepohonan terletak Jalan Jaga Monyet menuju ke Grogol dan terus ke Tangerang. Dinamakan demikian, karena pada masa VOC untuk menghadapi serangan dari pejuang-pejuang Islam Banten, Belanda membangun pos penjagaan yang kini kira-kira berada di Bank Tani dan Nelayan (BTN). Karena para serdadu VOC lebih banyak terusik oleh monyet-monyet yang banyak berkeliaran, dan binatang ini sering mengganggu prajurit maka dinamakan: Jaga Monyet. Yang kemudian menjadi nama jalan. Sayangnya nama tempat yang bersejarah itu diganti menjadi Jl Sukardjo Wiryopranoto.
Di sekitar Harmoni-- terutama daerah Rijswijk (Jl Segera) dan Noordwijk (Jl Juanda)-- sejak masa Raffles saat Inggris berkuasa dijadikan sebagai kawasan kulit putih. Raffles menggusur pekuburan dan memindahkan toko dan warung milik Cina. Di sini berdiri toko-toko yang menjual busana yang didatangkan dari Paris dan London. Di dekat Harmoni yang disebut Molenvliet (kini Jl Hayam Wuruk) terdapat sebuah hotel yang paling anggun di Jakarta: Hotel des Indes. Pada awal 1970-an hotel yang dulu banyak ditempati korps diplomatik dan tamu asing, dibongkar dan dijadikan pertokoan Duta Merlin.
(Alwi Shahab, wartawan Republika )
Sunday, April 20, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment