Saturday, September 11, 2004

Raffles vs Daendels

Laporan: ALWI SHAHAB

Hanya beberapa meter memasuki pintu gerbang Kebun Raya Bogor kita akan mendapati sebuah bangunan berbentuk bundar. Bangunan ini merupakan tugu peringatan Olivia Mariamne Raffles, istri tercinta Sir Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris untuk Jawa dan daerah sekitarnya. Tapi, tugu peringatan ini bukan merupakan makam Olivia yang meninggal 26 Nopember 1814 dalam usia 43 tahun. Olivia sangat berjasa dalam mengembangkan Kebun Raya Bogor. Ia dimakamkan di Gereja Lama di Jakarta Kota yang kini jadi Museum Wayang. Kemudian pemakaman Kristen ini dipindahkan ke Kebun Jahe Kober (Jl Tanah Abang I). Kala itu letaknya jauh di luar kota Batavia. Jenazah dan iring-iringannya harus diangkut ke pemakaman dengan perahu melalui kali Krukut. Kemudian dari tepi sungai ini (di belakang Departemen Informasi dan Komunikasi yang sebelumnya gedung Deppen), jenazah dijemput kereta jenazah berkuda untuk diangkut ke pemakaman yang jaraknya sekitar 100 meter.

Thomas Jefferson dalam bukunya Raffles Sang Pejuang melukiskan Olivia Raffles adalah seorang perempuan pintar dan mengagumkan. Tidak heran walau usia istri Raffles ini terpaut 10 tahun lebih tua dari suaminya ini, tapi Raffles sangat mengagumi dan menyayanginya. Kematian Olivia dituliskan membawa duka mendalam bagi Raffles. Raffles sendiri (1811-1816) selama di Jawa lebih menyukai tinggal di Istana Buintenzorg (Bogor) yang berhawa sejuk ketimbang di Batavia. Meskipun ia membangun rumah di Rijswijk (Jl Veteran) yang kini menjadi Bina Graha, tempat kerja kepala negara. Raffles sangat berminat pada sastra dan budaya. Ia pandai berbahasa Melayu dan jauh sebelum invasi Inggris ke Batavia ia lebih dulu mempelajari karakter para sultan dan ningrat pulau Jawa dan Melayu. Raffles ditugaskan (1810) oleh Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di Hindia Timur yang bermarkas di Kalkutta (India) untuk memberikan laporan sampai sejauh mana kekuatan Marsekal Herman Willem Daendels.

Apakah kebangsawanan Jawa, pangeran atau keraton akan mendukungnya bila Inggris melakukan invasi ke Jawa? Demikian ia membuat analisis sebelum datang ke Jawa. Sifat Raffles berlainan dengan Daendels yang bertangan besi dan sangat dibenci bukan saja oleh kalangan pribumi, tapi juga Belanda sendiri. Oleh sekretarisnya, Abdullah, Raffles dilukiskan sebagai pria yang paling santun dalam pergaulan dengan orang lain. Atas penugasan yang sangat rahasia itu Raffles menyarankan kekuatan 3000 pasukan Eropa, 6000 perajurit India, 500 kavaleri, dan artileri kereta kuda sebagai jumlah yang sudah memadai untuk menaklukkan Jawa. Walaupun ia memperkirakan kekuatan Prancis dan Belanda sekitar 14 ribu pasukan. Ia mengusulkan bulan Mei waktu yang tepat untuk mulai invasi ke Jawa. Namun, peta perjalanan kapal tidak melalui garis lurus dari Malaka ke Batavia yang jaraknya sekitar 650 mil.

Ia memilih lewat rute Borneo (Kalimantan) yang berjarak lebih dari seribu mil dari Penang. Dari sini ia kemudian menyusuri pantai barat Borneo dan menyeberangi kanal yang memisahkannya dari Jawa berjarak 1300 mil. Panjang seluruh rute menjadi 2450 mil dibandingkan dari Malaka yang cuma sejauh 650 mil. Ekspedisi pasukan Inggris ini berlangsung dari 18 Juni 1811 hingga minggu pertama Agustus atau sekitar satu setengah bulan. Yang menarik dalam perjalanan ini mereka menemukan Singapura yang kala itu masih bernama Tumasek. Pulau yang penuh rawa dengan populasi Melayu yang sangat sedikit ini kelak dibangun Raffles hingga kemudian menyaingi Batavia. Pada 4 Agustus seluruh pasukan sudah mendarat di Batavia (melalui Cilincing, Jakarta Utara). Pasukan ini mendarat tanpa adanya perlawanan dan dapat merangsek kekuatan Prancis dan Belanda hingga ke benteng Meester Cornelis (Jatinegara). Tentara Inggris dan tentara India yang bernaung dibawah Inggris diinstruksikan untuk tidak menyakiti penduduk dan mengambil secara paksa harta mereka. Peraturan ini dipatuhi pasukan Inggris.

Dan pada 11 September 1811 Raffles ditunjuk jadi Letnan Gubernur di Hindia. Sebetulnya ketika Daendels tiba di Batavia pada 1 Januari 1808 ia mendapat tugas dari Napoleon untuk mempertahanakan Jawa dari invasi Inggris. Waktu itu keadaan Batavia tidak sehat. Ia bukannya memindahkan ibukota ke daerah pegunungan yang lebih nyaman, malah membangun istana, tempat tinggalnya yang baru di di Bogor yang kala itu merupakan daerah pegunungan yang indah dan berhawa sejuk. Untuk itu Daendels melakukan perjalanan pulang pergi dari Bogor ke Batavia dengan kereta berkuda. Istana Bogor yang juga dinikmati oleh Raffles ini dulu terletak di perbatasan sebuah perkebunan kopi. Selama masa jabatannya yang singkat di Hindia, Daendels disibukkan persiapan untuk menghadapi invasi Inggris yang kedatangan angkatan bersenjatanya telah ditunggu-tunggu sejak ia tiba di Batavia.

Kecintaannya pada Napoleon (Prancis) telah dibuktikan dengan tiga hari setelah Belanda ditaklukkan Napolen ia memintakan pemasangan bendera Prancis di seluruh kota Batavia. Kebengisannya masih tersisa hingga sekarang ini berupa puing-puing bekas Istana Surosowan di Banten yang telah dihancurkannya. Hanya karena Sultan Banten menolak permintaannya untuk mengerahkan rakyat kerja rodi membangun jalan pertahanan di Ujung Kulon. Tapi, ia berjasa dalam membangun kawasan Weltevreden yang peninggalannya hingga sekarang masih berdiri tegak. Di samping Istana Bogor, ia juga membangun sebuah istana di Lapangan Banteng yang kini menjadi gedung Departemen Keuangan. Bahkan, berkat Daendels kini kita memiliki lapangan terbesar di dunia yang kini bernama Monas.

No comments: