Laporan : Alwi Shahab, Wartawan Republika
Ketika Titin Sumarni mulai muncul di dunia perfilman nasional pada 1953, namanya langsung meroket sebagai artis papan atas perfilman Indonesia. Mojang geulis asal Sunda kelahiran Surabaya, 28 Desember 1930, ini saat tampil pertama kali dalam film Putri Solo produksi perusahaan film Bintang Surabaya telah merebut hati penonton.
Kala itu film satu-satunya hiburan di luar rumah. Televisi baru muncul 10 tahun kemudian. Titin Sumarni dengan tahi lalat di bibirnya membuat penonton tergila-gila. Dia pun mengalahkan rivalnya kala itu, Netty Herawati, Komalasari, Ellya Rosa, dan Ermina Zaenah. Kehadirannya cukup menggairahkan perfilman nasional yang saat itu menghadapi saingan film-film Melayu (sebelum jadi Malaysia) dan India. Sayangnya, karier Titin yang gemilang di dunia film tidak diikuti kehidupan rumah tangganya. Dia bercerai dengan Mustari, seorang pegawai biasa. Kemudian, dia menikah dengan Saerang, pengusaha kaya dari Sulawesi Utara.
Film terakhirnya Janjiku (1956). Lama tidak muncul di dunia film, banyak orang melupakanny. Tiba-tiba Titin Sumarni dikabarkan dalam keadaan sakit. Bukan hanya itu, setelah kembali menjanda, hidupnya melarat, tidak memiliki rumah dan tidak punya uang untuk berobat. Rekan-rekan artis pun mengumpulkan dana sebelum ia meninggal dunia pada 15 Mei 1966 dalam usia 35 tahun.
Hal yang hampir serupa juga terjadi pada Tan Tjeng Bok. Sebagai penyanyi keroncong dan pemain sandiwara (1920-1940), dia pernah mencapai puncak kariernya. Ketika jadi bintang keliling Dardanella, Tan Tjeng Bok laksana magnet, banyak menarik penonton perempuan.
Di samping digelar Si Item, Tan juga digelari Douglas Fairbank (bintang Hollywood terkenal kala itu). Ia memiliki mobil Studebaker saat hanya beberapa gelintir orang Indonesia memiliki mobil. Raden Mochtar, bintang yang juga laris ketika itu, hanya memiliki sebuah mobil. Tan Tjeng Bok secara rutin muncul di TVRI dalam Komedia Jakarta dan Senyum Jakarta. Tapi, kekayaan dan ketenaran yang diraihnya sejak muda ludes saat menjelang tuanya.
Menjelang meninggal pada 1982 (lahir 1900), seperti Titin Sumarni, Si Item juga jatuh melarat. Ketika ia dirawat di rumah sakit, sebuah surat kabar di Ibu Kota membuka Dompet Tan Tjeng Bok. A Hamid Arief ketika meninggal (1992) juga dikabarkan tidak memiliki rumah sendiri. Padahal, ia sejak 1940-an telah malang-melintang dalam dunia film dan hiburan.
Masih banyak lagi contoh sejumlah artis, penyanyi, maupun selebriti saat meninggal dunia dalam keadaan merana dan miskin. Tapi, SM Ardan (72), dari Sinematek Indonesia, tidak sependapat bila dikatakan artis angkatan lama 'lupa darat', hidup berfoya-foya, tidak memikirkan hidup masa depan dibandingkan artis dan selebriti sekarang ini. Contohnya, Inul Darasista yang memiliki rumah mewah seharga lima miliar rupiah, lebih bersifat gengsi katimbang investasi masa depan.
Bahkan, Ardan yang pengetahuannya di dunia film dianggap sebagai 'kamus berjalan', menilai artis sekarang ini lebih banyak menghamburkan uang dan kurang berpikir untuk masa depan. Sebagai contoh, ia menyebutkan sejumlah artis yang menghabiskan ratusan juta rupiah saat merayakan ulang tahun. Termasuk untuk merayakan ulang tahun anaknya. Ini menunjukkan bahwa efek kehidupan glamor sekarang ini jauh lebih dahsyat katimbang artis tempo doeloe. Padahal, kalau mereka sudah tidak terkenal lagi akan dilupakan orang, seperti Titin Sumarni dan sejumlah artis masa lalu.
Di dunia film bersamaan dengan Titin Sumarni, muncul Nurnaningsih. Ia meninggal pada 21 Maret 2004. Pernah nasib sial menimpa dirinya. Sebuah foto seorang wanita yang tubuhnya hampir tidak berpakaian telah di-crope dan dimontase dengan muka Nurnaningsih. Tentu saja warga Jakarta menjadi heboh dan berusaha mendapatkan 'foto telanjang' itu. Bahkan, lebih heboh dari VCD 'Bandung Lautan Asmara'.
Meskipun hanya berbikini, pada tahun 1950-an pakaian seperti itu sudah dianggap menghebohkan. Dengan cara berbisik-bisik para pria berusaha mendapatkannya. Tentu saja saat itu belum dikenal video. Nurnaningsih mencuat namanya karena film Krisis produksi Perfini (1953) yang disutradai Usmar Ismail. Film ini bertahan selama lima minggu di bioskop kelas satu, Metropole. Masih berminggu-minggu lagi main di bioskop kelas dua.
Film Krisis menceritakan 'krisis perumahan' di Jakarta saat banyak pendatang berbondong-bondong di Jakarta. Termasuk mereka yang kembali dari hijrah ke Yogyakarta setelah revolusi (1945-1950). Akibatnya, satu rumah ditempati oleh beberapa keluarga. Terjadilah pertengkaran karena rebutan ke kamar mandi, pertengkaran antaristri dan anak-anak. Selain Nurnaningsih, para pemain lainnya Rendra Karto dan Tina Mellinda. Pada awal 1960-an muncul film Tiga Dara yang juga sukses besar. Pemainnya antara lain Mieke Wijaya, Indriati Iskak, dan Citra Dewi.
Tuesday, October 12, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment