Tuesday, October 12, 2004

Orang Betawi Menyambut Ramadhan

ALWI SHAHAB, WARTAWAN REPUBLIKA

Bulan Ramadhan yang akan tiba beberapa hari lagi bagi warga Betawi sangat dinanti-nanti. Di perkampungan-perkampungan Betawi, terutama di masa-masa lalu, saat bulan Puasa rakyat tidak berbuat sesuatu yang mencolok, seperti merokok atau makan-minum di luar rumah. Mereka rata-rata melakukan ibadah puasa sehingga anjuran Gubernur dan MUI agar kita menghormati orang berpuasa tidak perlu dikumandangkan. Bahkan, sampai 1960-an tak ada warung makanan dan minuman yang buka saat Ramadhan.

Anak Betawi sejak usia tujuh tahun telah dididik kedua orang tuanya untuk berpuasa. Mula-mula setengah hari sampai Dzuhur. Bahkan, tidak jarang mereka yang berusia 10 tahun berpuasa hingga Maghrib.

Ada satu sifat orang Betawi dalam menyambut para tamu yang datang ke ke diamannya, yaitu menyegerakan menyuguhi tamu. Tetapi, selama bulan Ramadhan pada siang hari suguhan dipastikan tidak akan keluar meski air teh atau air putih.

Kentalnya orang Betawi terhadap Islam karena sejak kecil telah 'dibuang ngaji'. Artinya, dididik membaca Alquran. Mengaji bagi mereka suatu keharusan. Karena itu, di samping bersekolah di pagi hari, anak-anak Betawi rata-rata mengaji pada siang atau sore hari. Tidak heran pengajian-pengajian, terutama di masa lalu, hidup subur di perkampungan Betawi. Sementara, orang dewasanya mengaji di masjid-masjid atau mushala. Bukan hanya mengaji Alquran, tapi juga mempelajari fikih, ushuluddin, hukum, dan pengetahuan mengenai Islam, di samping bahasa Arab sampai ke tasawuf. Mereka betul-betul hablum minallah dan hablum minannas, berbakti pada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.

Sehari sebulan puasa, di kampung-kampung anak-anak memukul beduk menyambut datangnya bulan suci. Mereka memukul beduk sepanjang hari hingga Maghrib. Hanya berhenti sebentar dekat Dzuhur dan Ashar.

Yang jadi pemandangan khas sehari menjelang Ramadhan, para ibu dan gadis bersuci dengan keramas atau mencuci rambut dengan air arang merang di pinggir-pinggir kali yang kala itu airnya jernih. Maklum belum ada shampo seperti sekarang. Itu sebagai lambang membersihkan diri dan hati menyambut bulan suci.

Para ibu masak lebih enak dari hari-hari biasa. Jauh hari sebelumnya mereka telah membuat kue, seperti dodol, wajik, rengginang, dan tape uli. Pokoknya selama Ramadhan makanan yang disuguhkan lebih enak ketimbang hari-hari biasa.

Ada istilah bagi bapak-bapak warga Betawi, yakni 'mencari dalam 11 bulan untuk satu bulan'. Pada beberapa perkampungan Betawi hal ini masih berlaku. Maksudnya, selama 11 bulan mereka bekerja keras mencari nafkah dan satu bulan penuh untuk ibadah. Tidak jarang para orang tua di malam hari setelah Shalat Tarawih melanjutkan bertadarus Alquran dan Tahajud hingga Sahur.

Siangnya baru mereka tidur. Hingga selama Ramadhan umumnya mereka bisa khatam Alquran sebanyak tiga kali. Tiap malam semua masjid dan surau (langgar) penuh jamaah melaksanakan Tarawih.

Sebulan sebelum Ramadhan masyarakat Betawi sudah menyambutnya dengan 'andilan'. Artinya, warga beramai-ramai patungan membeli sapi atau kerbau yang akan dipotong menjelang Idul Fitri. Hampir tiap rumah ikut andilan. Tidak heran ada kampung yang membeli kerbau atau sapi hingga 50 ekor.

Sebagai masyarakat yang kental dalam agama, tentu saja warga Betawi menyisihkan pula daging yang mereka potong untuk fakir miskin. Ran Ramelan, dalam bukunya Condet Cagar Budaya menulis bahwa di kawasan ini saat memotong kerbau ramai sekali. Tradisi demikian sampai saat ini masih terus berlangsung di perkampungan-perkampungan Betawi.

Beberapa hari menjelang bulan Ramadhan, seperti juga setelah Hari Raya Idul Fitri, warga Betawi banyak yang mengunjungi permakaman untuk berziarah kepada keluarga yang lebih dulu meninggalkan mereka. Orang Betawi tidak mengenal istilah 'nyekar'. Tapi, ziarah kubur.

Mereka yang bertempat tinggal di perkampungan masyarakat Betawi jangan khawatir terlambat sahur. Untuk menyiapkan makan sahur, orang Betawi sudah bangun pada pukul 01.00 atau 02.00 dini hari. Pada jam-jam tersebut para pemuda mengitari rumah-rumah sambil membawa kencrengan atau memukul tiang listrik berseru, ''Saur ..... saur .... saur.'' Sekarang ada yang menggantikan dengan orkes dangdut.

1 comment:

Anonymous said...

Ya wan Alwi ente betawi dari mana
bin shahab nga banyak di betawi
ada dari tanah abang cucunya sayeed abubakar atau kebon sirih
atau batu tulis atau yang dekat sama asad shahab.
Kalau ente dari tu pamili ana baru bisa ngoce sama ente.
nah kalo lo nga tahu gimana gue bisa mulai same ente, ente cuma unjukin yang basuk aja anak betawi
yang kebobolannya ente nga tulis.
main lottre watu asar, main jelangkung abis pulang sekolah
main beleduran dari bambu di isi
minak tanah abis terawe.
Ente kelihatan anak gedongan jadi
kurang tahu, kalo ente mau tahu tanya sama anak kampung.
Ana mau kasih tahu pada pemduduk betawi,sampai saat ini orang nga tahu apa artinya betawi,betawi ada artinya bukan begitu cuma nam yang
anak gedong.
Anak lahir di petamburan depan kober kecil
Nah sekarang ana kasih tahu apa artinya betawi.
Betawi dari kata arab yang sebetulnya itu dari kata bait qawi
artinya rumah kuat(benteng) adanya dipasar ikan jaman dulu orang kalu mau pergi orang suka bilang mo kemana wan dan di jawab bait qawi dan orang ngampangin atau susak dicernak pake lidah melayu kita
jadi bilang betawi atau disalah dengar bait qawi.
ah.alattas@alahli.com