Tayangan dangdut oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dituduh banyak menonjolkan unsur pornografi, akibat penampilan penyanyi dan penari latar berpakaian minim. Tapi, tampaknya pengelola televisi tidak terusik tuduhan ini, sekalipun ribuan umat yang tergabung dalam berbagai ormas Islam mendemonya. Terbukti, makin beraninya tayangan macam itu di berbagai televisi. Presiden Bung Karno jauh hari telah mengingatkan, bidang kebudayaan salah satu cara yang dianggap ampuh oleh kaum imperialis untuk melemahkan moral bangsa.
Dangdut sebenarnya belum terlalu lama muncul di belantika musik nasional. Nama dangdut muncul 1970-an, dengan nama orkes melayu (OM). Sebelum Perang Dunia (PD) II (1942-1945), di Batavia sudah berdiri OM tradisional yang lebih dikenal dengan OM Deli. Lirik lagunya berupa pantun-pantun dan tanpa refrein. Lagu-lagu ini ternyata sangat digemari di Betawi. Lagu-lagunya yang terkenal kala itu di antaranya 'Bung Tanjung', 'Tudung Periok,' dan masih banyak lagi. Lagu-lagunya sudah mulai ditarikan para pria dengan kedua tangannya memegang kerudung.
Di waktu bersamaan, penyanyi gambus dari Surabaya, Syekh Albar, dengan lagu-lagu irama padang pasirnya juga sangat digemari di Betawi. Konon, suara dan pentilan gambusnya tidak kalah dengan Abdul Wahab, pemain gambus legendaris dari Mesir. Syekh Albar wafat dalam usia muda, meninggalkan dua anak Saadiah Albar dan Ahmad Albar (musisi rock). Sedangkan istrinya, Fadlun Albar, pada 1950-an pernah menjadi pemain film produksi Persari. Fadlun kemudian menikah dengan produser Persari, H Djamaluddin Malik. Dari pernikahan ini lahirlah Camelia Malik yang wajahnya mirip dengan ibunya.
Awal 1950-an merupakan masa peralihan dari lagu-lagu berirama OM Deli (pantun) ke lagu-lagu yang bertemakan cinta. Ini ditandai dengan munculnya Orkes Gumarang pimpinan Asbon, yang mendendangkan lagu-lagu Melayu berirama Minang. Kemudian OM Kenangan pimpinan Husein Aidit, anak Pekojan, Jakarta Barat, disusul OM Sinar Medan di bawah pimpinan Umar Fauzi Aseran, yang bermarkas di Sawah Besar, Jakarta.
Pada masa peralihan, yang kemudian diramaikan lagi dengan munculnya OM Chandralela pimpinan Husein Bawafie, musiknya bukan lagi bergaya Melayu/Deli, tapi sudah dimodernkan sekalipun namanya masih OM. Kala itu, di Jakarta, lagu-lagu Melayu Deli memang tengah memudar, tetapi di Riau dan Medan justru mendapatkan napas baru dengan munculnya penyanyi-penyanyi muda seperti Nuraini. Sementara seorang Betawi keturunan Cina, yang ikut ngkong (kakek)-nya ke Medan, mencipta puluhan lagu Melayu. Ia adalah Lily Suhairy yang lagunya 'Bunga Tanjung' hingga kini terkenal di Malaysia dan Singapura.
Kembali kepada masa peralihan, ada dua penyanyi dan pencipta lagu yang ikut berperan bahkan kemudian menjadi pelopor dari lahirnya musik dangdut di Indonesia. Keduanya adalah Muhammad Mashabi dan Munif Bahasuan. Sedangkan penyanyi wanitanya Ellya, Juhana Sattar, dan Hasnah Tahar. Sedangkan Husein Bawafie, pimpinan OM Chandralela, selama 40 tahun kariernya di bidang musik telah menciptakan sekitar 200 lagu, di antaranya Seroja.
Pada 1950-an, muncul film India, yang kala itu tidak di-dubbing dan hanya diberi teks Indonesia. Munculnya film Hindustan yang sarat dengan musik dan lagu ini ternyata sangat digemari masyarakat Indonesia. Karena lagu-lagunya sulit dinyanyikan oleh lidah Indonesia, maka banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan lagu-lagu dari Mashabi, yang merupakan masa peralihan dari irama Melayu ke irama dangdut yang lebih beraksen India, masih abadi hingga sekarang. 'Ratapan Anak Tiri', misalnya, sudah dua kali difilmkan. Mashabi meninggal dalam usia muda dan belum berkeluarga.
Aktor India yang digemari saat itu adalah Raj Kapoor dan Dilip Kumar (Yusuf Khan). Sedangkan aktrisnya Nargis, Madhubala, dan Meena Kumari.
Raj Kapoor, merupakan legendaris film India. Ia adalah putra bintang tenar masa 1940-an, Pritviraj Kapoor. Anak Raj Kapoor, bernama Randhir Kapoor, adalah ayah Kharisma dan Kareena Kapoor. Sementara Rishi Kapoor, salah satu putra Raj Kapoor, dalam waktu dekat juga akan menerjunkan putranya di arena Bollywood. Tidak pernah terjadi di perfilman lainnya, empat generasi menjadi bintang-bintang Bollywood ternama.
Pada masa era perfilman India inilah, kemudian dikenal istilah dangdut. Berasal dari irama gendang (tabla) berbunyi: dang ... dut ... dang ... dut. Tokoh yang turut melahirkannya adalah Husein Bawafie, M Mashabi, dan Munif Bahasuan.
Di masa lagu-lagu dangdut berirama India ini, bermunculanlah sejumlah penyanyi generasi muda. Antara lain, Muchsin Alatas, yang bersama Titiek Sandhora, yang kemudian menjadi istrinya, beralih dari lagu-lagu pop ke dangdut. Munculnya, Rhoma Irama yang kemudian mendapat julukan 'Raja Dangdut,' ikut berperan dalam memasyarakat lagu-lagu dangdut. Rhoma meroket namanya dengan lagu 'Begadang'-nya. Sedangkan penyanyi wanitanya, Elvie Sukaesih, juga pernah menjadi bintang OM Chandralela, pimpinan Husein Bawafie.
Sekitar 1950-an dan 60-an, OM dan kemudian dangdut masih jarang mengadakan show di berbagai tempat dan disiarkan televisi. Kala itu, saat televisi belum muncul. Mereka sering main di RRI, sementara radio swasta baru muncul satu-dua unit. Kaset juga belum ada, kecuali piringan hitam (PH). Saat kaidah kesusilaan dan agama dipegang ketat. Tiap ada orkes yang muncul di perhelatan perkawinan, maka yang joged hanyalah pria. Kalaupun ada wanitanya, amat jarang dan jogednya hanya sesama wanita. Yang pasti tidak dikenal goyang ngebor, atau goyang patah-patah. Apalagi menampilkan pakaian minim. Bisa-bisa mereka dipaksa turun. Ah, zaman memang telah berubah.
Wednesday, January 23, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)